MAKALAH ALIENASI

A.    PENDAHULUAN
Karl Marx, adalah seorang tokoh sosiolog Prussia yang dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1818. Karena hidup di lingkungan yang akademis, Marx terdidik menjadi seorang pemikir dalam beberapa bidang disiplin ilmu. Akan tetapi yang lebih menonjol dari beberapa disiplin ilmu tersebut, Karl Marx lebih condong ke arah pemikiran tentang perekonomian (teori – teorinya).
Dalam bidang sosiologi, Karl Marx telah menyumbangkan beberapa pemikiran, salah satunya tentang alienasi. Konsep alienasi oleh Marx diawali dengan konsep kerja dan sifat dasar manusia. Dari kerja inilah, alienasi muncul, khususnya di masyarakat kapitalis. Alienasi akan muncul, ketika suatu masyarakat menganut konsep atau sistem kapitalisme. Dalam sistem ini akan memunculkan pertentangan dua kaum, yakni kaum borjuis dan kaum proletar. Dan alienai muncul atau terjadi di kaum proletar karena dia merupakan obyek atau mesin bagi kaum borjuis.
Menurut Marx, kerja merupakan salah satu sifat dasar yang ada dalam manusia.[1] Kerja, merupakan kegiatan untuk pemenuhan kebutuhan manusia (untuk kelangsungan hidup sehari-hari). Dari pemenuhan kebutuhan manusia melalui kerja ini (untuk hidup), akan memunculkan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Sebagai contoh, kebutuhan akan mobil menyebabkan kebutuhan lainnya, yakni jalan raya dan bahan bakar.
Seiring dengan perkembangan zaman, model bekerja manusia berangsur-angsur mengalami perkembangan pla. Dari yang mulanya menggunakan alat-alat tradisional (kapak batu, tulang dan lain-lain) berkembang menggunakan mesin. Perkembangan model bekerja, khususnya dalam hal alat yang digunakan, mengalami perkembangan pesat pasca Revolusi Industri di Inggris. Dengan ditemukannya mesin pemintal benang oleh James Hargreaves pada tahun 1762 dan mesin uap oleh James Watt pada tahun 1765, pekerjaan kaum pekerja di Inggris digantikan oleh mesin.
Lebih jauh, dengan berkembang atau adanya Revolusi Industri ini, semakin memperkuat sistem ekonomi kapital. Tidak hanya memunculkan kaum pemilik modal saja, namun kaum buruh juga semakin banyak keberadaannya. Kaum buruh (proletar), dalam hal ini, bekerja di bawah komando dan suruhan dari kaum pemodal (borjuis). Akibatnya mereka tidak bisa mengekspresikan kekreatifannya. Dari sinilah, muncul yang namanya alienasi (keterasingan komplek)“.
B.     PEMBAHASAN
Sejak kemunculannya di Eropa, khususnya di Inggris pada tahun 1750-1850, industrialisasi tidak hanya membawa keuntungan kepada manusia seperti pemenuhan kebutuhan teknis dengan cara memudahkan itu sendiri, namun industrialisasi juga telah membawa beberapa dampak negatif bagi kehidupan manusia. Industrialisasi telah menutut banyaknya pengorbanan moral, material, kultur dan mental. Tercemarnya lingkungan, urbanisasi, kemiskinan, pengangguran dan kriminalitas adalah beberapa dampak negaif yang ditimbulkan dari industrialisasi.
Dampak negatif lainnya dari adanya industrialisasi adalah munculnya alienasi, yang menjangkit pada kaum buruh dan kaum pemodal. Alienasi menurut Eric Fromm adalah sejenis penyakit kejiwaan masyarakat industri dimana seseorang sudah tidak merasa menjadi miliknya sendiri, sebagai pusat dunianya sendiri, melainkan sudah terenggut oleh suatu mekanisme dari luar dirinya sendiri dan dia tidak mampu untuk mengendalikannya. 
Alienasi, begitu Marx menyebut sebagai penyelewengan hubungan antara kerja dan sifat dasar manusia. Penyelewengan tersebut dikarenakan adanya sistem kapitalisme. Tesis Marx tentang alienasi didasarkan pada hubungan antara manusia dan sistem kerjanya dibawah sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, manusia tidak lagi melihat kerja sebagai ekspresi dari tujuan manusia itu sendiri. Kerja yang awalnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, pada akhirnya akan memperbudak manusia itu sendiri dengan adanya sistem jam kerja ( dalam sistem ekonomi kapitalis ).
Di dalam kapitalisme, kerja tidak lagi tujuan utama dari adanya kerja itu sendiri, yakni sebagai ungkapan dari kemampuan dan potensi manusia, melainkan telah berubah menjadi sarana untuk mencapai tujuan lain , yakni uang.
Karl Marx menggunakan konsep alienasi ini untuk menyatakan pengaruh produksi (yang didasarkan pada sistem kapitalis) terhadap manusia dan terhadap masyarakat. Sistem kapitalis telah menggunakan dan memperlakukan para pekerja (dengan cara – cara, sistem jam kerja) dan alat – alat produksi (alat – alat dan bahan mentah) seperti halnya produk jadi, telah dipakasa untuk menjual jam kerja maupun daya mereka kepada kapitalis agar mereka bisa bertahan hidup (ketergantungan terhadap sistem kapitalis).
Fakta bahwa kerja berada di luar diri pekerja, artinya, kerja tidak termasuk dalam keberadaan dasarnya, sehingga di dalam pekerjaannya, pekerja tidak menegaskan dirinya sendiri, akan tetapi menyangkalnya, dia tidak jengkel, tetapi tidak bahagia, dia tidak mengembangkan energi fisik dan mentalnya secara bebas, melainkan membuat malu dirinya dan merusak pikirannya. Oleh karenanya, pekerja merasa dirinya berada di luar pekerjaannya dan di dalam pekerjaaannya dia merasa di luar pekerjaannya. Dia merasa nyaman jika tidak bekerja dan merasa tidak nyaman jika bekerja. Oleh karenanya, kerjanya menjadi terpaksa dan tidak sukarela, karena pada dasarnya dia dipaksa untuk bekerja. Alhasil, kerja tidak lagi menjadi pemenuhan kebutuhan, melainkan hanya sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan selain kebutuhan untuk bekerja.[2] 

Dari fenomena seperti itu, menyebabkan manusia hanya merasa aktif di dalam fungsi – fungsi hewaniahnya, seperti makan, minum dan punya keturunan. Sementara dalam proses kerjanya mereka merasa tidak menjadi apa – apa dan tidak menjadi dirinya sendiri, melainkan menjadi mesin atau binatang. Seseorang yang bekerja dalam industri, khususnya industri kapitalis, akan menjadi terasing dari dirinya sendiri yang utuh.[3] Dalam kondisi seperti ini, maka manusia akan menghabiskan seluruh hidupnya hanya untuk menciptakan produk – produk dan tidak memiliki kesempatan untuk beraktivitas lainnya. Manusia seakan mengkonfrontasikan hakikatnya sendiri ( yaiu hasil keringat dan kemampuan kreatifnya ) dalam bentuk yang sudah terasing atau diasingkan atau sebagai benda eksternal dari dunia, tetapi justru manusia harus menyesuaikan diri dengannya.[4]
Pemikiran tentang alienasi oleh Marx ini didasarkan pada karyanya yang berjudul Communist Manifesto ( karyanya di Belgia pada tahun 1848 ). Isi atau inti dari karya itu yang menyinggung alienasi adalah sebagai berikut :
Kelompok-kelompok borjuis dimanapun mereka berada pada lapisan atas, sudah mengakhiri semua hubungan feodal, patriarkal dan hubungan-hubungan idialis. Tanpa belas kasihan ia menyobek ikatan-ikatan feodal yang beraneka macam itu yang mengikat manusia dengan “atasannya secara alamiah” tanpa menyisakan hubungan lain apapun antara manusia dengan sesamanya kecuali atas dasar kepentingan diri belaka dan pembayaran tunai tanpa perasaan”.[5]
            Karya Marx ini, sebenarnya adalah wujud kritikan dia terhadap ekonomi politik Inggris yang dicetuskan oleh Adam Smith maupun David Ricardo. Selain mengkritik kedua ekonom tersebut melalui tesis alienasi dalam Communist Manifesto-nya, Karl Marx juga mengkritik mereka melalui karya lainnya yang berjudul Economic and Philosophical Manuscripts yang ia terbitkan di Prancis pada tahun 1845. Ia mengkritik individulistis mengenai kodrat manusia. Ia menolak sistem itu karena individualistik dapat memecahkan ikatan-ikatan sosial, yang di masa lampau sudah membantu memanusiakan hubungan-hubungan ekonomi. Semua itu akan berujung pada alienasi yang dialami oleh manusia itu sendiri.
Sejarah manusia, menurut Marx, adalah terus berkembang dan terus meningkat, namun di sisi lain juga menyebabkan munculnya alienasi. Dalam hal ini, Karl Marx menawarkan konsep sosialisme untuk membebaskan manusia dari alienasi itu.[6] Menurut Marx, konsep alienasi (prakteknya) telah diungkapkan jauh sebelum Marx lahir, tepatnya pemujaan manusia terhadap berhala. Penyembahan berhala ini disebut alienasi dikarenakan manusia menyembah barang yang notabene itu adalah hasil kreasinya sendiri. Dalam hal ini, manusia sekan menjadi barang atau bena, bukan menjadi manusia seutuhnya. Dia takluk dan tunduk kepada barang ciptaannya.
Alienasi, menurut Marx, terdiri dari 4 unsur.[7] Pertama, para pekerja ( dalam masyarakat kapitalis ) teralienasi dari aktivitas produktifnya. Para pekerja tidak bekerja ( memproduksi barang ) sesuai dengan ide – ide kreatif mereka, akan tetapi dia bekerja untuk para kapitalis yang memberi dia uang untuk penyambung hidup. Karena aktifitas produksi menjadi milik para kapitalis, maka merekalah yang memutuskan apa yang harus dikerjakan oleh pekerja. Dari sini, para pekerja akan semakin teralienasi dari aktifitas produksinya. Para pekerja kapitalis ini bekerja melakukan tugas – tugas tertentu secara khusus dan teratur, akan tetapi dia tidak mengetahui arti pentingnya dari pekerjaan yang ia lakukan. Aktifitas produksi bagi pekerja di dalam kapitalisme, menurut Marx, hanya menjadi sarana-sarana yang membosankan dan mematahkan semangat demi memenuhi tujuan utama dalam kapitalisme, yakni memperoleh uang yang cukup untuk kelangsungan hidup.
Kedua, pekerja tidak hanya teralienasi dari aktifitas produksi saja, namun juga teralienasi dari tujuan – tujuan aktifitas tersebut, yakni produk. Produk kerja yang mereka buat tidak menjadi milik mereka, melainkan menjadi milik para kapitalis. Para kapitalis akan menggunakan hak miliknya untuk menjual produk demi mendapat keuntungan yang banyak. Marx menyatakan :
“ Hak milik pribadi adalah produk, hasil dan dampak – dampak yang punya nilai dan harga yang dihasilkan dari kerja yang teralienasi “.[8]

Jika para pekerja menginginkan produknya dari kerja mereka sendiri, maka mereka harus membeli sama seperti orang lain. Mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dari hasil kerja mereka sendiri dan bisa saja mati jikalau tidak bisa memenuhi kebutuhan yang sebenarnya dia yang memproduksinya.
Ketiga, pekerja teralienasi dari sesama pekerja. Manusia, pada dasarnya membutuhkan dan menginginkan bekerja secara kooperatif untuk mengambil apa yang mereka butuhkan dari alam untuk hidup. Namun, dalam kapitalisme, sifat – sifat kooperatif dikacaukan dengan sistem, spesialisasi dan tujuan kerja. Demi menghasilkan produktivitas yang maksimum dan mencegah perkembangan hubungan – hubungan yang kooperatif antar pekerja, maka kapitalis mengadu seorang pekerja dengan pekerja lain. Hal ini dilakukan untuk melihat mana yang bisa memproduksi lebih banyak, lebih cepat atau lebih menyenangkan atasannya. Pekerja yang sukses akan diberi hadiah, sedangkan yang kalah otomatis akan tersingkir. Kedengkian adalah hal biasa yang terjadi dalam pekerja kapitalis. Dan sifat kedengkian inilah yang mengalienasikan pekerja satu dengan pekerja lainnya. Dari hal ini juga menimbulkan hukum permintaan dan penawaran yang menyebabkan upah buruh tetaplah rendah, karena penawaran dari tenaga kerja manusia melebihi permintaan kapitalis untuk jasa-jasa mereka.[9] Semakin produktif kaum pekerja dalam memproduksi barang, maka ia akan semakin merasa miskin dan semakin terasing dari dirinya sendiri (ketidakmampuan mengontrol kegiatan hidup mereka).[10]
Buruh menempatkan hidupnya dalam obyek, dan kemudian hidupnya tidak lagi menjadi miliknya melainkan menjadi milik obyek itu. Apa yang terwujud dalam produk kegiatannya tidak lagi menjadi miliknya. Semakin besar produk itu, semakin besar pula ia dimiskinkan. Produk yang oleh mereka (kaum pekerja) menjadi semacam kekuatan independen dan menentang mereka sebagai suatu kekuatan otonom.[11]
            Keempat, para pekerja teralienasi dari potensi kemanusiaan mereka. Kerja tidak lagi menjadi pemenuhan kebutuhan manusia melainkan kerja telah beralih fungsi dan semakin menghilangkan hakikat manusia itu sendiri. Manusia seakan menjadi mesin – mesin yang harus bekerja siang malam. Sampai – sampai senyum seorang pekerja bisa di naskahkan karena keterasingan tersebut. Akhirnya, banyak manusia yang tidak bisa mengekspresikan kualitas dirinya yang terdalam dan yang terbaik.
Dengan adanya alienasi, manusia tidak dapat bekerja secara bebas sesuai kehendaknya. Kehendak untuk menguasai dunia (kerja, dll), merupakan hakikat dunia, begitulah Nietzsche menyebutnya.[12] Dan itu semua akan terhalang ketika terjadi alienasi. Alienasi pada dasarnya adalah, pertama, manusia dipisahkan dari kekuasaan kreatifnya sendiri, kedua, objek-objek kerjanya menjadi makhluk-makhluk asing dan akhirnya menguasainya, menjadi kekuasaan yang independen dari pembuatnya. Manusia ada untuk proses produksi, bukan proses produksi ada untuk manusia.
Selain menjangkit kepada kaum buruh, alienasi juga menjangkit kaum borjuis (tuan dari kaum proletar). Keterasingan yang dialami oleh kaum borjuis adalah ketergantungan mereka kepada modal, kebutuhan barang mentah, modal dan kekhawatiran akan kebangkrutan karena persaingan yang ketat dengan kaum borjuis lainnya. Hal inilah yang menjangkit para pemilik modal ketika Revolusi Industri Inggris abad 18, dan terjadi sampai sekarang. Mereka menggantungkan hidupnya kepada barang mentah, modal dan kaum pekerja. Dengan demikian, modal, barang mentah, persaingan dan kebutuhan akan uang telah menguasai eksistensinya sebagai seorang manusia (kaum borjuis).
Karl Marx, dalam membicarakan alienasi, sedikit banyak terpengaruhi oleh pemikiran Ludwig Feurbach. Menurut Feurbach, bentuk alienasi yang mendalam adalah ideologi agama. Menerima ideologi agama, menurut mereka ( Feurbach dan Marx ) sama saja mematikan potensi yang ada dalam diri manusia karena ideologi agama dipenuhi dengan doktrin kepasrahan (pada waktu itu)[13]. Feurbach, dalam kata-katanya lebih ekstrim menyebut Tuhan daripada Karl Marx. Feurbach menyatakan jika Tuhan “ sudah mati “. Maksudnya adalah manusialah yang menentukan segala kejadian di dunia ini. Pemikiran Feurbach yang seperti ini dikarenakan efek dari pemikiran paham Humanisme waktu itu. Lebih jauh Feurbach mengatakan bahwa, Tuhan bukanlah yang menciptakan, melainkan Tuhan-lah yang diciptakan. Tuhan adalah hasil imajinasi dari pikiran manusia.
Agama adalah candu masyarakat, begitu Marx menyebutnya. Candu, seperti yang diketahui, bersifat memabukkan dan membuat orang tidak sadar. Candu hanya menenangkan sementara, namun tidak bisa menghilangkan ketertindasan-ketertindasan yang dialami manusia pada waktu itu. Agama adalah tempat pelarian orang-orang yang tertindas. Dalam masyarakat kapitalis, agama semakin meng-alienasi-kan kaum proletar dan semakin menguasakan kaum borjuis. Semakin meng-alienasi-kan kaum proletar dikarenakan dengan doktrin-doktrin agama, misal kesabaran menghadapi cobaan dunia (ketertindasan oleh kaum borjuis) akan membawa kebaikan hidup di akhirat, adalah contoh doktrin yang memabukkan kaum proletar. Kekayaan, kekuasaan dan kenikmatan duniawi dianggap oleh agama sebagai fana dan berbahaya bagi kehidupan rohani seorang manusia. Maka diubahlah kemiskinan dan penderitaan hidup sebagai kebajikan dan kekayaan sebagai kemiskinan rohani. Sikap nrimo, pasrah, pasif adalah sikap bijak yang dianjurkan oleh agama. Maka tidak heran bila Marx juga menyebut agama sebagai ekspresi penderitaan sosial. Sama seperti Feurbach, Marx mengatakan jika Tuhan tidak ada. Tuhan hanyalah sesuatu yang dihasilkan dari pikiran manusia.
Dalam hal ini, agama menurut Marx, mempunyai dua peran dalam meng-alienasi-kan manusia (kaum buruh). Pertama, agama mendukung posisi kaum borjuis untuk menindas kaum proletar dengan doktrin-doktrin agama yang diberikan kepada kaum buruh. Agama memantapkan posisi Status Quo bagi kaum agamawan maupun masyarakat kapitalisme. Kedua, agama semakin mengasingkan kaum proletar. Semakin tertindasnya kum buruh, maka semakin kuat pula doktrin yang diberikan kepadanya. Dengan doktrin-doktrin yang meyakinkan, kaum agamawan secara tidak langsung ikut menambah penderitaan kaum buruh. Agama semakin menindas kaum bawah dalam masyarakat kapital.
Dalam hal ini, negara juga mempunyai peran yang sama dengan agama. Negara, posisinya dalam sistem kapitalisme, adalah sangat mendukung kaum borjuis. Sistem kapitalisme yang menganjurkan kepemilikan modal secara pribadi dan penuh, akan semakin menyengsarakan kaum proletar. Negara, dalam hal ini hanyalah bersifat seperti penjaga malam yang artinya tidak mampu ikut campur. Dengan analisis seperti ini (analisis kerja dan alienasi), Karl Marx menyimpulkan pemikirannya bahwa :
1.      Faktor ekonomilah yang menentukan perilaku manusia. Atau dalam bahasa lainnya dikenal sebagai teori Materialisme Dialektik & Historis (MDH). Alienasi, juga timbul dari adanya faktor ekonomi atau materialisme historis.
2.      Untuk menghapuskan semua itu (kelas sosial, alienasi, dll ), Marx menganjurkan atau menawarkan sistem “ Sosialisme “ sebagai obatnya. Sistem sosialisme yang berasaskan kesejahteraan bersama, akan menghilangkan penderitaan-penderitaan yang dialami kaum borjuis maupun kaum proletar.

C.    KESIMPULAN
Alienasi, merupakan keadaan dimana manusia tidak lagi mengenal dirinya sendiri dan lingkungannya. Dirinya sendiri maupun lingkungannya serasa asing. Manusia menjadi obyek dan lingkungannya, misal barang ciptaannya, menjadi subyek. Alienasi, terjadi dalam masyarakat kapitalisme yang sangat mendewakan kemerdekaan individu.
Alienasi, menurut Marx, terdiri dari 4 unsur. Pertama, para pekerja ( dalam masyarakat kapitalis ) teralienasi dari aktivitas produktifnya. Para pekerja tidak bekerja ( memproduksi barang ) sesuai dengan ide – ide kreatif mereka, akan tetapi dia bekerja untuk para kapitalis yang memberi dia uang untuk penyambung hidup. Karena aktifitas produksi menjadi milik para kapitalis, maka merekalah yang memutuskan apa yang harus dikerjakan oleh pekerja. Dari sini, para pekerja akan semakin teralienasi dari aktifitas produksinya.
Kedua, pekerja tidak hanya teralienasi dari aktifitas produksi saja, namun juga teralienasi dari tujuan – tujuan aktifitas tersebut, yakni produk. Produk kerja yang mereka buat tidak menjadi milik mereka, melainkan menjadi milik para kapitalis. Para kapitalis akan menggunakan hak miliknya untuk menjual produk demi mendapat keuntungan yang banyak.
Jika para pekerja menginginkan produknya dari kerja mereka sendiri, maka mereka harus membeli sama seperti orang lain. Mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dari hasil kerja mereka sendiri dan bisa saja mati jikalau tidak bisa memenuhi kebutuhan yang sebenarnya dia yang memproduksinya.
Ketiga, pekerja teralienasi dari sesama pekerja. Manusia, pada dasarnya membutuhkan dan menginginkan bekerja secara kooperatif untuk mengambil apa yang mereka butuhkan dari alam untuk hidup. Namun, dalam kapitalisme, sifat – sifat kooperatif dikacaukan dengan sistem, spesialisasi dan tujuan kerja. Demi menghasilkan produktivitas yang maksimum dan mencegah perkembangan hubungan – hubungan yang kooperatif antar pekerja, maka kapitalis mengadu seorang pekerja dengan pekerja lain.
            Keempat, para pekerja teralienasi dari potensi kemanusiaan mereka. Kerja tidak lagi menjadi pemenuhan kebutuhan manusia melainkan kerja telah beralih fungsi dan semakin menghilangkan hakikat manusia itu sendiri. Manusia seakan menjadi mesin – mesin yang harus bekerja siang malam. Sampai – sampai senyum seorang pekerja bisa di naskahkan karena keterasingan tersebut. Akhirnya, banyak manusia yang tidak bisa mengekspresikan kualitas dirinya yang terdalam dan yang terbaik.

DAFTAR PUSTAKA
Ritzer, George & Goodman, Douglas J,  Sociologycal Theory, diterjemahkan oleh Nurhadi dengan judul Teori Sosiologi  Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir  Teori Sosial Postmodernism, Kreasi Wacana, Bantul, 2004.
Sutrisno, Mudji & Putranto, Hendar, Teori – teori Kebudayaan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2005.         
Johnson, Doyle Paule,  Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I & II, diindonesiakan oleh Robert Z. Lawang, PT Gramedia, Jakarta, 1988.
Sunardi, St, Nietzsche, LkiS, Yogyakarta, 1999.
Fromm, Erich, Marx’s Concept of Man, diterjemahkan oleh Agung Prihantono dengan judul Konsep Manusia Menurut Marx, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004.



[1] George Ritzer & Douglas J. Goodman, Sociologycal Theory, diterjemahkan oleh Nurhadi dengan judul Teori Sosiologi  Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir  Teori Sosial Postmodernism, Kreasi Wacana, Bantul, 2004, hal. 53

[2] Ibid, hal. 55
[3] Mudji Sutrisno & Hendar Putranto, Teori – teori Kebudayaan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2005, hal. 21
[4] Doyle Paule Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I & II, diindonesiakan oleh Robert Z. Lawang, PT Gramedia, Jakarta, 1988, hal. 140
[5] Ibid, hal. 142
[6] Erich Fromm, Marx’s Concept of Man, diterjemahkan oleh Agung Prihantono dengan judul Konsep Manusia Menurut Marx, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hal. 58
[7] George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi dari Teori Klasik Hingga Teori Postmodernism, Kreasi Wacana, Bantul, 2004, hal. 56
[8] Ibid,
[9] Doyle Paule Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I & II, diindonesiakan oleh Robert Z. Lawang, PT Gramedia, Jakarta, 1988, hal. 143
[10] Ibid,
[11] Ibid,
[12] St. Sunardi, Nietzsche, LkiS, Yogyakarta, 1999, hal. 41
[13] Doyle Paule Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I & II, diindonesiakan oleh Robert Z. Lawang, PT Gramedia, Jakarta, 1988, hal. 144

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "MAKALAH ALIENASI"

Posting Komentar