A. PENDAHULUAN
Karl
Marx, adalah seorang tokoh sosiolog Prussia yang dilahirkan pada tanggal 5 Mei
1818. Karena hidup di lingkungan yang akademis, Marx terdidik menjadi seorang
pemikir dalam beberapa bidang disiplin ilmu. Akan tetapi yang lebih menonjol
dari beberapa disiplin ilmu tersebut, Karl Marx lebih condong ke arah pemikiran
tentang perekonomian (teori – teorinya).
Dalam
bidang sosiologi, Karl Marx telah menyumbangkan beberapa pemikiran, salah
satunya tentang alienasi. Konsep alienasi oleh Marx diawali dengan konsep kerja
dan sifat dasar manusia. Dari kerja inilah, alienasi muncul, khususnya di
masyarakat kapitalis. Alienasi akan muncul, ketika suatu masyarakat menganut
konsep atau sistem kapitalisme. Dalam sistem ini akan memunculkan pertentangan
dua kaum, yakni kaum borjuis dan kaum proletar. Dan alienai muncul atau terjadi
di kaum proletar karena dia merupakan obyek atau mesin bagi kaum borjuis.
Menurut
Marx, kerja merupakan salah satu sifat dasar yang ada dalam manusia.[1] Kerja, merupakan kegiatan
untuk pemenuhan kebutuhan manusia (untuk kelangsungan hidup sehari-hari). Dari
pemenuhan kebutuhan manusia melalui kerja ini (untuk hidup), akan memunculkan
kebutuhan-kebutuhan lainnya. Sebagai contoh, kebutuhan akan mobil menyebabkan
kebutuhan lainnya, yakni jalan raya dan bahan bakar.
Seiring
dengan perkembangan zaman, model bekerja manusia berangsur-angsur mengalami
perkembangan pla. Dari yang mulanya menggunakan alat-alat tradisional (kapak
batu, tulang dan lain-lain) berkembang menggunakan mesin. Perkembangan model
bekerja, khususnya dalam hal alat yang digunakan, mengalami perkembangan pesat
pasca Revolusi Industri di Inggris. Dengan ditemukannya mesin pemintal benang
oleh James Hargreaves pada tahun 1762 dan mesin uap oleh James Watt pada tahun
1765, pekerjaan kaum pekerja di Inggris digantikan oleh mesin.
Lebih
jauh, dengan berkembang atau adanya Revolusi Industri ini, semakin memperkuat
sistem ekonomi kapital. Tidak hanya memunculkan kaum pemilik modal saja, namun
kaum buruh juga semakin banyak keberadaannya. Kaum buruh (proletar), dalam hal
ini, bekerja di bawah komando dan suruhan dari kaum pemodal (borjuis).
Akibatnya mereka tidak bisa mengekspresikan kekreatifannya. Dari sinilah,
muncul yang namanya “ alienasi (keterasingan komplek)“.
B. PEMBAHASAN
Sejak
kemunculannya di Eropa, khususnya di Inggris pada tahun 1750-1850,
industrialisasi tidak hanya membawa keuntungan kepada manusia seperti pemenuhan
kebutuhan teknis dengan cara memudahkan itu sendiri, namun industrialisasi juga
telah membawa beberapa dampak negatif bagi kehidupan manusia. Industrialisasi
telah menutut banyaknya pengorbanan moral, material, kultur dan mental. Tercemarnya
lingkungan, urbanisasi, kemiskinan, pengangguran dan kriminalitas adalah
beberapa dampak negaif yang ditimbulkan dari industrialisasi.
Dampak
negatif lainnya dari adanya industrialisasi adalah munculnya alienasi, yang
menjangkit pada kaum buruh dan kaum pemodal. Alienasi menurut Eric Fromm adalah
sejenis penyakit kejiwaan masyarakat industri dimana seseorang sudah tidak
merasa menjadi miliknya sendiri, sebagai pusat dunianya sendiri, melainkan
sudah terenggut oleh suatu mekanisme dari luar dirinya sendiri dan dia tidak
mampu untuk mengendalikannya.
Alienasi,
begitu Marx menyebut sebagai penyelewengan hubungan antara kerja dan sifat
dasar manusia. Penyelewengan tersebut dikarenakan adanya sistem kapitalisme.
Tesis Marx tentang alienasi didasarkan pada hubungan antara manusia dan sistem
kerjanya dibawah sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, manusia tidak
lagi melihat kerja sebagai ekspresi dari tujuan manusia itu sendiri. Kerja yang
awalnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, pada akhirnya akan
memperbudak manusia itu sendiri dengan adanya sistem jam kerja ( dalam sistem
ekonomi kapitalis ).
Di
dalam kapitalisme, kerja tidak lagi tujuan utama dari adanya kerja itu sendiri,
yakni sebagai ungkapan dari kemampuan dan potensi manusia, melainkan telah
berubah menjadi sarana untuk mencapai tujuan lain , yakni uang.
Karl
Marx menggunakan konsep alienasi ini untuk menyatakan pengaruh produksi (yang
didasarkan pada sistem kapitalis) terhadap manusia dan terhadap masyarakat.
Sistem kapitalis telah menggunakan dan memperlakukan para pekerja (dengan cara
– cara, sistem jam kerja) dan alat – alat produksi (alat – alat dan bahan
mentah) seperti halnya produk jadi, telah dipakasa untuk menjual jam kerja
maupun daya mereka kepada kapitalis agar mereka bisa bertahan hidup
(ketergantungan terhadap sistem kapitalis).
Fakta bahwa kerja berada di luar diri pekerja,
artinya, kerja tidak termasuk dalam keberadaan dasarnya, sehingga di dalam
pekerjaannya, pekerja tidak menegaskan dirinya sendiri, akan tetapi
menyangkalnya, dia tidak jengkel, tetapi tidak bahagia, dia tidak mengembangkan
energi fisik dan mentalnya secara bebas, melainkan membuat malu dirinya dan
merusak pikirannya. Oleh karenanya, pekerja merasa dirinya berada di luar
pekerjaannya dan di dalam pekerjaaannya dia merasa di luar pekerjaannya. Dia
merasa nyaman jika tidak bekerja dan merasa tidak nyaman jika bekerja. Oleh
karenanya, kerjanya menjadi terpaksa dan tidak sukarela, karena pada dasarnya
dia dipaksa untuk bekerja. Alhasil, kerja tidak lagi menjadi pemenuhan kebutuhan,
melainkan hanya sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan selain
kebutuhan untuk bekerja.[2]
Dari
fenomena seperti itu, menyebabkan manusia hanya merasa aktif di dalam fungsi –
fungsi hewaniahnya, seperti makan, minum dan punya keturunan. Sementara dalam
proses kerjanya mereka merasa tidak menjadi apa – apa dan tidak menjadi dirinya
sendiri, melainkan menjadi mesin atau binatang. Seseorang yang bekerja dalam
industri, khususnya industri kapitalis, akan menjadi terasing dari dirinya
sendiri yang utuh.[3]
Dalam kondisi seperti ini, maka manusia akan menghabiskan seluruh hidupnya
hanya untuk menciptakan produk – produk dan tidak memiliki kesempatan untuk
beraktivitas lainnya. Manusia seakan mengkonfrontasikan hakikatnya sendiri (
yaiu hasil keringat dan kemampuan kreatifnya ) dalam bentuk yang sudah terasing
atau diasingkan atau sebagai benda eksternal dari dunia, tetapi justru manusia
harus menyesuaikan diri dengannya.[4]
Pemikiran
tentang alienasi oleh Marx ini didasarkan pada karyanya yang berjudul Communist
Manifesto ( karyanya di Belgia pada tahun 1848 ). Isi atau inti dari karya
itu yang menyinggung alienasi adalah sebagai berikut :
“Kelompok-kelompok borjuis dimanapun mereka
berada pada lapisan atas, sudah mengakhiri semua hubungan feodal, patriarkal
dan hubungan-hubungan idialis. Tanpa belas kasihan ia menyobek ikatan-ikatan
feodal yang beraneka macam itu yang mengikat manusia dengan “atasannya secara
alamiah” tanpa menyisakan hubungan lain apapun antara manusia dengan sesamanya
kecuali atas dasar kepentingan diri belaka dan pembayaran tunai tanpa
perasaan”.[5]
Karya Marx ini, sebenarnya adalah
wujud kritikan dia terhadap ekonomi politik Inggris yang dicetuskan oleh Adam
Smith maupun David Ricardo. Selain mengkritik kedua ekonom tersebut melalui
tesis alienasi dalam Communist Manifesto-nya, Karl Marx juga mengkritik
mereka melalui karya lainnya yang berjudul Economic and Philosophical
Manuscripts yang ia terbitkan di Prancis pada tahun 1845. Ia mengkritik
individulistis mengenai kodrat manusia. Ia menolak sistem itu karena
individualistik dapat memecahkan ikatan-ikatan sosial, yang di masa lampau
sudah membantu memanusiakan hubungan-hubungan ekonomi. Semua itu akan berujung
pada alienasi yang dialami oleh manusia itu sendiri.
Sejarah
manusia, menurut Marx, adalah terus berkembang dan terus meningkat, namun di
sisi lain juga menyebabkan munculnya alienasi. Dalam hal ini, Karl Marx
menawarkan konsep sosialisme untuk membebaskan manusia dari alienasi itu.[6] Menurut Marx, konsep
alienasi (prakteknya) telah diungkapkan jauh sebelum Marx lahir, tepatnya
pemujaan manusia terhadap berhala. Penyembahan berhala ini disebut alienasi
dikarenakan manusia menyembah barang yang notabene itu adalah hasil
kreasinya sendiri. Dalam hal ini, manusia sekan menjadi barang atau bena, bukan
menjadi manusia seutuhnya. Dia takluk dan tunduk kepada barang ciptaannya.
Alienasi,
menurut Marx, terdiri dari 4 unsur.[7] Pertama, para
pekerja ( dalam masyarakat kapitalis ) teralienasi dari aktivitas produktifnya.
Para pekerja tidak bekerja ( memproduksi barang ) sesuai dengan ide – ide
kreatif mereka, akan tetapi dia bekerja untuk para kapitalis yang memberi dia
uang untuk penyambung hidup. Karena aktifitas produksi menjadi milik para
kapitalis, maka merekalah yang memutuskan apa yang harus dikerjakan oleh
pekerja. Dari sini, para pekerja akan semakin teralienasi dari aktifitas
produksinya. Para pekerja kapitalis ini bekerja melakukan tugas – tugas
tertentu secara khusus dan teratur, akan tetapi dia tidak mengetahui arti
pentingnya dari pekerjaan yang ia lakukan. Aktifitas produksi bagi pekerja di
dalam kapitalisme, menurut Marx, hanya menjadi sarana-sarana yang membosankan
dan mematahkan semangat demi memenuhi tujuan utama dalam kapitalisme, yakni
memperoleh uang yang cukup untuk kelangsungan hidup.
Kedua,
pekerja tidak hanya teralienasi dari aktifitas
produksi saja, namun juga teralienasi dari tujuan – tujuan aktifitas tersebut,
yakni produk. Produk kerja yang mereka buat tidak menjadi milik mereka,
melainkan menjadi milik para kapitalis. Para kapitalis akan menggunakan hak
miliknya untuk menjual produk demi mendapat keuntungan yang banyak. Marx
menyatakan :
“ Hak milik pribadi adalah produk, hasil dan dampak
– dampak yang punya nilai dan harga yang dihasilkan dari kerja yang teralienasi
“.[8]
Jika
para pekerja menginginkan produknya dari kerja mereka sendiri, maka mereka
harus membeli sama seperti orang lain. Mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan
hidupnya dari hasil kerja mereka sendiri dan bisa saja mati jikalau tidak bisa
memenuhi kebutuhan yang sebenarnya dia yang memproduksinya.
Ketiga,
pekerja teralienasi dari sesama pekerja. Manusia, pada dasarnya membutuhkan dan
menginginkan bekerja secara kooperatif untuk mengambil apa yang mereka butuhkan
dari alam untuk hidup. Namun, dalam kapitalisme, sifat – sifat kooperatif
dikacaukan dengan sistem, spesialisasi dan tujuan kerja. Demi menghasilkan
produktivitas yang maksimum dan mencegah perkembangan hubungan – hubungan yang
kooperatif antar pekerja, maka kapitalis mengadu seorang pekerja dengan pekerja
lain. Hal ini dilakukan untuk melihat mana yang bisa memproduksi lebih banyak,
lebih cepat atau lebih menyenangkan atasannya. Pekerja yang sukses akan diberi
hadiah, sedangkan yang kalah otomatis akan tersingkir. Kedengkian adalah hal
biasa yang terjadi dalam pekerja kapitalis. Dan sifat kedengkian inilah yang
mengalienasikan pekerja satu dengan pekerja lainnya. Dari hal ini juga
menimbulkan hukum permintaan dan penawaran yang menyebabkan upah buruh tetaplah
rendah, karena penawaran dari tenaga kerja manusia melebihi permintaan
kapitalis untuk jasa-jasa mereka.[9] Semakin produktif kaum
pekerja dalam memproduksi barang, maka ia akan semakin merasa miskin dan
semakin terasing dari dirinya sendiri (ketidakmampuan mengontrol kegiatan hidup
mereka).[10]
“Buruh menempatkan hidupnya dalam obyek, dan
kemudian hidupnya tidak lagi menjadi miliknya melainkan menjadi milik obyek
itu. Apa yang terwujud dalam produk kegiatannya tidak lagi menjadi miliknya.
Semakin besar produk itu, semakin besar pula ia dimiskinkan. Produk yang oleh
mereka (kaum pekerja) menjadi semacam kekuatan independen dan menentang mereka
sebagai suatu kekuatan otonom.[11]
Keempat, para pekerja
teralienasi dari potensi kemanusiaan mereka. Kerja tidak lagi menjadi pemenuhan
kebutuhan manusia melainkan kerja telah beralih fungsi dan semakin
menghilangkan hakikat manusia itu sendiri. Manusia seakan menjadi mesin – mesin
yang harus bekerja siang malam. Sampai – sampai senyum seorang pekerja bisa di
naskahkan karena keterasingan tersebut. Akhirnya, banyak manusia yang tidak
bisa mengekspresikan kualitas dirinya yang terdalam dan yang terbaik.
Dengan
adanya alienasi, manusia tidak dapat bekerja secara bebas sesuai kehendaknya.
Kehendak untuk menguasai dunia (kerja, dll), merupakan hakikat dunia, begitulah
Nietzsche menyebutnya.[12] Dan itu semua akan
terhalang ketika terjadi alienasi. Alienasi pada dasarnya adalah, pertama, manusia
dipisahkan dari kekuasaan kreatifnya sendiri, kedua, objek-objek
kerjanya menjadi makhluk-makhluk asing dan akhirnya menguasainya, menjadi
kekuasaan yang independen dari pembuatnya. Manusia ada untuk proses produksi,
bukan proses produksi ada untuk manusia.
Selain
menjangkit kepada kaum buruh, alienasi juga menjangkit kaum borjuis (tuan dari
kaum proletar). Keterasingan yang dialami oleh kaum borjuis adalah
ketergantungan mereka kepada modal, kebutuhan barang mentah, modal dan
kekhawatiran akan kebangkrutan karena persaingan yang ketat dengan kaum borjuis
lainnya. Hal inilah yang menjangkit para pemilik modal ketika Revolusi Industri
Inggris abad 18, dan terjadi sampai sekarang. Mereka menggantungkan hidupnya
kepada barang mentah, modal dan kaum pekerja. Dengan demikian, modal, barang
mentah, persaingan dan kebutuhan akan uang telah menguasai eksistensinya
sebagai seorang manusia (kaum borjuis).
Karl
Marx, dalam membicarakan alienasi, sedikit banyak terpengaruhi oleh pemikiran
Ludwig Feurbach. Menurut Feurbach, bentuk alienasi yang mendalam adalah
ideologi agama. Menerima ideologi agama, menurut mereka ( Feurbach dan Marx )
sama saja mematikan potensi yang ada dalam diri manusia karena ideologi agama
dipenuhi dengan doktrin kepasrahan (pada waktu itu)[13]. Feurbach, dalam
kata-katanya lebih ekstrim menyebut Tuhan daripada Karl Marx. Feurbach
menyatakan jika Tuhan “ sudah mati “. Maksudnya adalah manusialah yang
menentukan segala kejadian di dunia ini. Pemikiran Feurbach yang seperti ini
dikarenakan efek dari pemikiran paham Humanisme waktu itu. Lebih jauh Feurbach
mengatakan bahwa, Tuhan bukanlah yang menciptakan, melainkan Tuhan-lah yang diciptakan.
Tuhan adalah hasil imajinasi dari pikiran manusia.
Agama
adalah candu masyarakat, begitu Marx menyebutnya. Candu, seperti yang
diketahui, bersifat memabukkan dan membuat orang tidak sadar. Candu hanya
menenangkan sementara, namun tidak bisa menghilangkan
ketertindasan-ketertindasan yang dialami manusia pada waktu itu. Agama adalah
tempat pelarian orang-orang yang tertindas. Dalam masyarakat kapitalis, agama
semakin meng-alienasi-kan kaum proletar dan semakin menguasakan kaum borjuis.
Semakin meng-alienasi-kan kaum proletar dikarenakan dengan
doktrin-doktrin agama, misal kesabaran menghadapi cobaan dunia (ketertindasan
oleh kaum borjuis) akan membawa kebaikan hidup di akhirat, adalah contoh
doktrin yang memabukkan kaum proletar. Kekayaan, kekuasaan dan kenikmatan
duniawi dianggap oleh agama sebagai fana dan berbahaya bagi kehidupan rohani
seorang manusia. Maka diubahlah kemiskinan dan penderitaan hidup sebagai
kebajikan dan kekayaan sebagai kemiskinan rohani. Sikap nrimo, pasrah, pasif
adalah sikap bijak yang dianjurkan oleh agama. Maka tidak heran bila Marx juga
menyebut agama sebagai ekspresi penderitaan sosial. Sama seperti Feurbach,
Marx mengatakan jika Tuhan tidak ada. Tuhan hanyalah sesuatu yang dihasilkan
dari pikiran manusia.
Dalam
hal ini, agama menurut Marx, mempunyai dua peran dalam meng-alienasi-kan
manusia (kaum buruh). Pertama, agama mendukung posisi kaum borjuis untuk
menindas kaum proletar dengan doktrin-doktrin agama yang diberikan kepada kaum
buruh. Agama memantapkan posisi Status Quo bagi kaum agamawan maupun
masyarakat kapitalisme. Kedua, agama semakin mengasingkan kaum proletar.
Semakin tertindasnya kum buruh, maka semakin kuat pula doktrin yang diberikan
kepadanya. Dengan doktrin-doktrin yang meyakinkan, kaum agamawan secara tidak
langsung ikut menambah penderitaan kaum buruh. Agama semakin menindas kaum
bawah dalam masyarakat kapital.
Dalam
hal ini, negara juga mempunyai peran yang sama dengan agama. Negara, posisinya
dalam sistem kapitalisme, adalah sangat mendukung kaum borjuis. Sistem
kapitalisme yang menganjurkan kepemilikan modal secara pribadi dan penuh, akan
semakin menyengsarakan kaum proletar. Negara, dalam hal ini hanyalah bersifat
seperti penjaga malam yang artinya tidak mampu ikut campur. Dengan analisis
seperti ini (analisis kerja dan alienasi), Karl Marx menyimpulkan pemikirannya bahwa
:
1. Faktor ekonomilah yang menentukan
perilaku manusia. Atau dalam bahasa lainnya dikenal sebagai teori Materialisme
Dialektik & Historis (MDH). Alienasi, juga timbul dari adanya faktor
ekonomi atau materialisme historis.
2. Untuk menghapuskan semua itu (kelas
sosial, alienasi, dll ), Marx menganjurkan atau menawarkan sistem “ Sosialisme
“ sebagai obatnya. Sistem sosialisme yang berasaskan kesejahteraan bersama,
akan menghilangkan penderitaan-penderitaan yang dialami kaum borjuis maupun
kaum proletar.
C.
KESIMPULAN
Alienasi,
merupakan keadaan dimana manusia tidak lagi mengenal dirinya sendiri dan
lingkungannya. Dirinya sendiri maupun lingkungannya serasa asing. Manusia
menjadi obyek dan lingkungannya, misal barang ciptaannya, menjadi subyek.
Alienasi, terjadi dalam masyarakat kapitalisme yang sangat mendewakan
kemerdekaan individu.
Alienasi,
menurut Marx, terdiri dari 4 unsur. Pertama, para pekerja ( dalam
masyarakat kapitalis ) teralienasi dari aktivitas produktifnya. Para pekerja
tidak bekerja ( memproduksi barang ) sesuai dengan ide – ide kreatif mereka,
akan tetapi dia bekerja untuk para kapitalis yang memberi dia uang untuk penyambung
hidup. Karena aktifitas produksi menjadi milik para kapitalis, maka merekalah
yang memutuskan apa yang harus dikerjakan oleh pekerja. Dari sini, para pekerja
akan semakin teralienasi dari aktifitas produksinya.
Kedua,
pekerja tidak hanya teralienasi dari aktifitas
produksi saja, namun juga teralienasi dari tujuan – tujuan aktifitas tersebut,
yakni produk. Produk kerja yang mereka buat tidak menjadi milik mereka,
melainkan menjadi milik para kapitalis. Para kapitalis akan menggunakan hak
miliknya untuk menjual produk demi mendapat keuntungan yang banyak.
Jika
para pekerja menginginkan produknya dari kerja mereka sendiri, maka mereka
harus membeli sama seperti orang lain. Mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan
hidupnya dari hasil kerja mereka sendiri dan bisa saja mati jikalau tidak bisa
memenuhi kebutuhan yang sebenarnya dia yang memproduksinya.
Ketiga,
pekerja teralienasi dari sesama pekerja. Manusia, pada dasarnya membutuhkan dan
menginginkan bekerja secara kooperatif untuk mengambil apa yang mereka butuhkan
dari alam untuk hidup. Namun, dalam kapitalisme, sifat – sifat kooperatif
dikacaukan dengan sistem, spesialisasi dan tujuan kerja. Demi menghasilkan
produktivitas yang maksimum dan mencegah perkembangan hubungan – hubungan yang
kooperatif antar pekerja, maka kapitalis mengadu seorang pekerja dengan pekerja
lain.
Keempat, para pekerja
teralienasi dari potensi kemanusiaan mereka. Kerja tidak lagi menjadi pemenuhan
kebutuhan manusia melainkan kerja telah beralih fungsi dan semakin
menghilangkan hakikat manusia itu sendiri. Manusia seakan menjadi mesin – mesin
yang harus bekerja siang malam. Sampai – sampai senyum seorang pekerja bisa di
naskahkan karena keterasingan tersebut. Akhirnya, banyak manusia yang tidak
bisa mengekspresikan kualitas dirinya yang terdalam dan yang terbaik.
DAFTAR
PUSTAKA
Ritzer, George & Goodman, Douglas J, Sociologycal Theory, diterjemahkan
oleh Nurhadi dengan judul Teori Sosiologi
Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir
Teori Sosial Postmodernism, Kreasi Wacana, Bantul, 2004.
Sutrisno, Mudji
& Putranto, Hendar, Teori – teori Kebudayaan, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta, 2005.
Johnson, Doyle Paule, Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I
& II, diindonesiakan oleh Robert Z. Lawang, PT Gramedia, Jakarta, 1988.
Sunardi, St, Nietzsche, LkiS,
Yogyakarta, 1999.
Fromm, Erich, Marx’s Concept
of Man, diterjemahkan oleh Agung Prihantono dengan judul Konsep Manusia
Menurut Marx, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004.
[1] George Ritzer & Douglas J. Goodman, Sociologycal
Theory, diterjemahkan oleh Nurhadi dengan judul Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodernism, Kreasi
Wacana, Bantul, 2004, hal. 53
[3] Mudji Sutrisno &
Hendar Putranto, Teori – teori Kebudayaan, Penerbit Kanisius,
Yogyakarta, 2005, hal. 21
[4] Doyle Paule Johnson, Teori
Sosiologi Klasik dan Modern jilid I & II, diindonesiakan oleh Robert Z.
Lawang, PT Gramedia, Jakarta, 1988, hal. 140
[5] Ibid, hal. 142
[6] Erich
Fromm, Marx’s Concept of Man, diterjemahkan oleh Agung Prihantono dengan
judul Konsep Manusia Menurut Marx, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004,
hal. 58
[7] George Ritzer & Douglas J. Goodman, Teori
Sosiologi dari Teori Klasik Hingga Teori Postmodernism, Kreasi Wacana,
Bantul, 2004, hal. 56
[8] Ibid,
[9] Doyle
Paule Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I & II, diindonesiakan
oleh Robert Z. Lawang, PT Gramedia, Jakarta, 1988, hal. 143
[12] St. Sunardi, Nietzsche,
LkiS, Yogyakarta, 1999, hal. 41
[13] Doyle Paule Johnson, Teori
Sosiologi Klasik dan Modern jilid I & II, diindonesiakan oleh Robert Z.
Lawang, PT Gramedia, Jakarta, 1988, hal. 144
0 Response to "MAKALAH ALIENASI"
Posting Komentar