A. PENDAHULUAN
Filsafat,
secara sederhana seperti yang telah dicantumkan dalam beberapa literatur
merupakan cara berpikir menurut tata tertib dengan bebas dan dengan sedalam –
dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu permasalahan yakni berpikir dengan
ciri – ciri analitis, deskriprif, evaluatif dan detail[1]. Amin
Abdullah, mendefinisikan filsafat sebagai metode berpikir yang dapat
dicirikan : mencari ide dasar yang bersifat fundamental ( fundamental ideas ),
membentuk cara berpikir kritis ( critical thought ) dan menjunjung
tinggi kebebasan serta keterbukaan intelektual ( intelectual freedom )[2].
Sedangkan
Islam sendiri merupakan salah satu agama samawi yang diturunkan Tuhan kepada
umat manusia. Agama dalam kaitannya mencari kebenaran dan hakikat Sang
Mahakuasa, lebih banyak menggunakan ajaran doktrin. Bagaimana gambaran maupun
bukti adanya Sang Pencipta dan ciptaan – Nya dielaskan dalam kitab suci. Kitab
suci merupakan doktrin kepada manusia untuk mengakui apa yang telah tertera
didalamnya. Setelah mempercayai, baru kemudian dicari bukti – buktinya,
walaupun ada yang mencari bukti secara akal, baru mempercayainya.
Antara
agama ( doktrin ) dan filsafat ( akal ) sebenarnya tidaklah bertentangan jauh
bila kita bisa mengamati dan memahaminya. Agama menyinggung tentang pencarian
Zat Yang Mahakuasa, filsafat juga
menyinggung hal yang sama. Sehingga, bisa dikatakan keduanya secara bersamaan
mempunyai tujuan yang sama, yakni mencari tentang Yang Hak.
Filsafat
Islam, bisa diartikan jalan pencarian tentang kebenaran yang memadukan akal dan
ajaran Islam. Para filosof Muslim, sebagaimana filosof Yunani, percaya bahwa
kebenaran jauh berada di atas pengalaman dan bersifat abadi[3].
Tidak
dapat dipungkiri bahwa pemikiran filsafat Islam terpengaruhi oleh filsafat
Yunani. Banyak filosof Muslim yang mengambil pemikiran dari para filosof barat
seperti Aristoteles dan Plato. Salah satu filosof Muslim yang terkenal adalah
Al Kindi.
Al
kindi merupakan filosof Muslim pertama keturunan Arab. Dia dilahirkan di Kufah
pada tahun 801 M/185 H. Kehebatan Al Kindi tidak hanya karena metode, sikap dan
penjajakannya pada penyelidikan yang baru, tetapi karena usahanya menjembatani
pendekatan intelektual yang setengah-setengah di zamannya dengan disiplin
filsafat yang keras. Ia adalah orang pertama yang memasukkan filsafat ke dalam
salah satu ilmu keislaman. Ia juga yang mempelopori penerjemahan buku – buku
Yunani ( sastra dan ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Persia maupun ke dalam
bahasa Arab. Lalu, yang menjadi pertanyaan adalah siapakah sebenarnya Al Kindi
itu dan bagaimanakah pemikirannya dalam bidang filsafat ?
B. PEMBAHASAN
1. Biografi dan karya Al Kindi
Al Kindi, Nama
lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi. Dia lahir
di Kufah, Irak, pada 801 M/185 H. Gelar al-Kindi dinisbatkan pada nama Suku
Kindah di wilayah Arabia Selatan. Dari Suku Kindah ini pula, lahir seorang
penyair besar bernama Imra`ul Qais (w. ± 540 M)[4]. Suku
Kindah mendiami wilayah Arabia Selatan. Ayahnya bernama Ishaq Ashshabbah dengan
jabatan Gubernur di Kufah pada masa pemerintahan Al Mahdi ( 775-785 M )
dan Harun Ar Rasyid (786-809 M )[5].
Kakek Al Kindi, Al Ash’ats Ibn Qois merupakan salah satu sahabat Nabi
Muhammad SAW. Al Ash’ats inilah salah satu yang merintis perkembangan Islam di
Kufah.
Karena
dia ( Al Kindi ) berasal dari keturunan keluarga yang terpandang, maka
kehidupannya juga bisa dibilang kecukupan. Ia hidup di lingkungan yang serba
kecukupan. Namun, walaupun kehidupannya mewah, Al Kindi lebih banyak menyendiri
dan sedikit terkesan lari dari kemewahan itu.
Kufah,
pada waktu itu ( abad 2 H / 8 M ) merupakan salah satu pusat peradaban Islam di
Timur Tengah. Selain Kufah, Basra juga menjadi pusat kebudayaan Islam waktu
itu. Kufah, pada abad ke 8 M lebih cenderung ke kajian aqliah[6].
Dan dalam lingkungan intelektual inilah, Al Kindi menghabiskan masa kecilnya.
Sejak kecil dia memulai menghafal Al Qur’an, mempelajari tata bahasa Arab (
Nahwu ), ilmu hitung dan kesustraan ( penerjemahan buku – buku filsafat Yunani
ke dalam bahasa Syiria dan Arab ). Ia juga mempelajari ilmu fiqih dan kalam.
Akan tetapi, Al Kindi lebih tertarik untuk belajar tentang ilmu pengetahuan dan
filsafat, sehingga masa dewasanya ia habiskan dengan belajar dua displin ilmu
tersebut di kota Baghdad.
Di
Baghdad, Al Kindi berkenalan dengan Khalifah Al Makmun dan Al Mu’tashim. Al
Kindi mendapat perlindungan dari para khalifah secara silih berganti dan ia
juga pernah diangkat menjadi guru pribadi untuk Ahmad Ibn Al Mu’tashim[7].
Karena inilah, maka timbul kecemburuan diantara orang – orang Islam lainnya.
Seperti yang dikisahkan oleh Ibnu Abi Usaiba bahwasannya putra Musa Ibn Shakir
( Muhammad dan Ahmad ) menyatakan permusuhan dengan Al Kindi. Mereka menyuruh
orang ( Sanad Ibn Ali ) untuk menghalau Al Kindi dari istana Al Mutawakkil (
232 – 247 H / 847 – 861 M )[8].
Usaha mereka berhasil, dan Al Kindi ditahan oleh khalifah Mutawakkil.
Perpustakaannya pun dikosongkan, namun akhirnya dikembalikan Mutawakkil kepada
Al Kindi lagi.
Al
Kindi sebagai filosof Islam pertama, memperkenalkan beberapa disiplin ilmu
melalui karya – karyanya. Menurut Ibn Nadhim ( pengikut Al Kindi ), Al Kindi
telah menghasilkan karya sebanyak 270 buah[9]. Ibn Nadhim mengelompokkan tulisan Al Kindi
menjadi 17 kelompok yakni, filsafat, logika, ilmu hitung, globular, musik,
astronomi, geometri, sperikal, medis, astrologi, dialektika, psikologi,
politik, meteorologi, dimensi, benda – benda pertama, spesies tertentu dan
kimia.
Beberapa karya ilmiah Al Kindi juga telah
diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, antara lain ke dalam bahasa Latin yang
diterjemahkan oleh Gerard dari Cremona. Pemikiran dan karya Al Kindi
telah mempengaruhi pemikiran bangsa Eropa pada abad pertengahan. Al Kindi, oleh
sarjana barat disebut sebagai salah satu dari 12 pemikir terbesar. Pada tahun
1897, M. Albino Nagay juga menyunting terjemahan karya Al Kindi pada abad
pertengahan, yang berjudul De Intellectu, De Sommo et uisione, De quenqui
essentiis, Liber introductorius in artem logicae demontrationis[10].
Namun,
dari sekian karya yang telah diciptakan oleh Al Kindi, banyak diantaranya yang
hilang. Sehingga, banyak sekali karya – karya Al Kindi yang tidak terjamah oleh
generasi manusia sesudahnya. Karya filsafat Al Kindi sekitar 25 risalah ( ada
yang bilang 29 ) ditemukan oleh seorang orientalis Jerman, Hillmuth Ritter, di
perpustakaan Aya Sofia, Istanbul, Turki.
Al
Kindi wafat pada tahun 252 H / 873 M pada usia 67 tahun. Tidak ditemukan literatur
yang detail mengenai sebab – sebab kematian dari Al Kindi.
2. Pemikiran Al Kindi
Beberapa
buah pemikiran Al Kindi dalam bidang filsafat antara lain mencakup filsafat
pengetahuan ( epistemologi ), etika, fisika dan metafisika ( ketuhanan ). Sedangkan
filsafat sendiri, menurut Al Kindi adalah ilmu tentang hakikat ( kebenaran )
sesuatu dalam batas – batas kemampuan manusia, yang mencakup ilmu ketuhanan,
ilmu keesaan ( wahdaniyyah ), ilmu keutmaan ( fadlilah ), ilmu tentang semua
yang berguna dan cara memperolehnya, serta cara menjauhi perkara – perkara yang
merugikan[11].
Menurutnya seorang filosof adalah orang yang berupaya memperoleh kebenaran dan
hidup mengamalkan kebenaran yang diperolehnya, yaitu orang yang hidup
menjunjung tinggi nilai keadilan atau hidup adil.
a. Filsafat Epistemologi
Filsafat
epistemologi ( pengetahuan ), oleh Al Kindi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu [12]:
a. Pengetahuan indrawi
Pengetahuan
ini didapatkan ketika indera manusia mengamati suatu obyek material.
Pengetahuan dengan jalan ini selalu berubah, selalu dalam keadaan menjadi,
bergerak, berlebih kurang kuantitasnya dan berubah – ubah kualitasnya.
Pengetahuan
inderawi, dalam proses mendapatkannya, yang dibutuhkan hanyalah kontak antara indera
dan obyek. Dalam prosesnya, pengetahuan inderawi tidak membutuhkan peran lebih
dari akal.
b. Pengetahuan rasional
Pengetahuan
ini didapatkan dengan cara mempergunakan akal yang bersifat universal. Obyek
yang dijadikan pengetahuan ini tidak hanya individu saja, namun juga meliputi
genus dan species. Mengamati manusia itu bersifat materi dan mengamati manusia
dengan akal pikirannya hingga memperoleh suatu konklusi yaitu manusia adalah
makhluk yang berfikir
c. Pengetahuan Israqi
Pengetahuan
yang langsung diperoleh dari pancaran Nur Ilahi. Pengetahuan seperti ini diperoleh
para Nabi dengan tanpa upaya, tanpa bersusah payah dan terjadi karena kehendak
Tuhan. Pengetahuan ini khusus bagi dan diturunkan oleh Tuhan kepada para Nabi
yang dipilih-Nya dan mungkin terjadi pada orang-orang yang suci jiwanya.
b. Filsafat Etika
Etika
berhubungan erat dengan definisi mengenai filsafat atau ciri filsafat itu
sendiri, yakni agar manusia memiliki keutamaan yang sempurna. Dan untuk memperoleh keutamaan tersebut,
melalui filsafat, manusia belajar untuk mematikan hawa nafsunya sendiri.
Kehidupan dunia yang penuh dengan kenikmatan telah melupakan pengggunaan akal.
Keutamaan manusia tidak lain adalah budi pekerti yang baik.
Keutamaan
– keutamaan itu merupakan assas dalam jiwa yaitu perbuatan dan pengetahuan
tidak dalam arti negatif. Hal ini terbagi menjadi tiga bagian :
~
Kebijaksanaan ( hikmah ) yaitu keutamaan daya berpikir, bersifat teoritik yaitu
mengetahui segala sesuatu yang bersifat universal secara hakiki, bersifat
praktis yaitu menggunakan kenyataan – kenyataan yang wajib dipergunakan.
~
Keberanian ( nadjah ) ialah keutamaan daya gairah ( ghadlabiyyah passiote )
yang merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa yang memandang ringan kepada
kematian untuk mencapai sesuatu yang harus dicapai dan menolak yang harus
ditolak.
~
Kesucian ( ‘iffah ) adalah memperoleh sesuatu yang memang harus diperoleh guna
mendidik dan memelihara badan serta menahan diri yang tidak diperlukan untuk
itu.
c. Filsafat Fisika
Dalam
filsafat fisika, Al Kindi menyatakan bahwasannya dunia ini ada ‘illatnya ‘ yang
jauh, yang menjadikan, yakni Tuhan. Dia – lah yang menjadikan alam ini dan yang
menciptakan sebagian alam ini menjadi sebab bagi yang lain. Karena alam ini
diciptakan dari ketiadaan, maka Al Kindi menilai bahwa alam ini bersifat tidak
qodim. Ia juga menyatakan bahwa dalam alam ini ada empat macam gerak, yaitu ‘illat
materi atau ‘illat unsur ( ‘illat madliyyah / materiel cause ), ‘illat bentuk (
‘illat shuriyah / form cause ), ‘illat pencipta ( ‘illat fa’ilah / moving cause
) dan ‘illat tujuan ( ‘illat ghayah / final cause ) [13].
Al Kindi akhirnya sampai pada pemahaman tentang ‘illat Pencipta terjauh
bagi tiap – tiap kejadian dan kemusnahan, yaitu ‘illat Pertama atau yang
disebut dengan Tuhan.
Benda
– benda fisik, menurutnya, terdiri atas materi dan bentuk dan bergerak dalam
ruang dan waktu. Materi, bentuk, ruang dan waktu adalah unsur dari setiap benda
fisik. Res autem quae sunt ini omnibus substantiis sunt quinque, quarum una
est hyle et secunda est forma, et tertia est locus, et quarta est motus, et
quinta est tempus. [14]
Wujud, yang begitu erat kaitannya dengan materi, bentuk, ruang dan waktu
adalah terbatas, karena mereka takkan ada kecuali dalam keterbatasan.
Dalam
hal ini, waktu bukanlah gerak, namun ia adalah bilangan pengukur gerak. Waktu,
tidak lain adalah yang dahulu dan yang kemudian. Bilangan itu sendiri ada dua
macam : tersendiri dan berkesinambungan. Waktu, merupakan bilangan yang berkeinambungan,
karena waktu dapat ditentukan, yang berproses dari dahulu hingga kelak. Dengan
kata lain, waktu merupakan jumlah yang dahulu dan yang berikutnya.
Didalam
menjelaskan tentang barunya alam, Al Kindi bertolak dari dalil bahwa “ gerak
dan waktu tidak mempunyai wujud yang berdiri sendiri “. Gerak terdapat dalam
sesuatu yang mempunyai zaman, dengan kata lain gerak itu ada bila ada benda,
karena mustahil ada benda yang semula diam kemudian bergerak, sebab benda di
alam ini adalah baru. Karena baru, maka wujudnya benda di alam ini dari tiada
merupakan sebuah kejadian, dan kejadian itu sendiri adalah salah satu macam
gerak. Karena bergerak terus menerus, maka lam ini bisa saja mengalami
perubahan. Selain karena ia bersifat baru, alam juga diciptakan untuk selalu
berproses dari masa ke masa. Perubahan tersebut bisa disebabkan karena gerak
benda sekitar pusatnya ( rotasi ), pergerakan benda dari satu tempat ke tempat
yang lain ( revolusi ), gerak surut ( kurang ), gerak menjadi bentuk yang lain
maupun gerak kemusnahan ( gerak dari ada menjadi tidak ada ).
d. Filsafat Metafisika
Dalam
filsafat metafisika, Al Kindi memebahas beberpa masalah metafisik, antara lain
: hakikat Tuhan, wujud Tuhan, sifat Tuhan, Ruh dan akal.
Hakikat
Tuhan, menurut Al Kindi, adalah wujud yang hak ( benar ) yang bukan asalnya dari
tiada menjadi ada, namun Dia adalah ada dengan sendirinya. Dia mustahil tidak
ada. Dia selalu ada. Tuhan adalah wujud sempurna yang tidak didahului oleh
wujud yang lain, tidak berakhir wujud – Nya dan tidak ada wujud kecuali dengan
– Nya.
Al
Kindi, dalam mengemukakan wujud Tuhan, membuktikannya dengan tiga jalan. Tiga
jalan pembuktian wujud Tuhan yang ia kemukakan adalah :
a. Barunya alam. Alam yang bersifat baru
ini tentunya ada permulaan. Dan alam ini terbatas oleh ruang dan waktu. Karena
berasal dari ketiadaan dan terbatas oleh waktu, maka alam ini tentu ada yang
menjadikannya. Oleh karenanya, alam ini diciptakan oleh Sang Pencipta dari
ketiadaannya.
b. Keanekaragaman dalam wujud ( Kastrah
fil mawjudat ). Dalam alam ini, tidak mungkin ada keseragaman tanpa
keanekaragaman dan juga sebaliknya. Fenomena ini bukanlah seuah kebetulan,
melainkan ada sebabnya. Akan tetapi sebab itu bukanlah alam, karena apabila
sebabnya itu adalah alam, maka tidak akan ada habisnya. Oleh karena itu, sebab
itu harus berada diluar alam, lebih mulia, lebih tinggi dan lebih dahulu
adanya, karena sebab harus ada sebelum ma’ululnya ( efek atau akibat ).
c. Kerapian alam. Alam ini ada tidak
mungkin rapi dan teratur kecuali adanya Zat yang tidak tampak yang menjadikan
alam ini rapi dan teratur. Dan Dzat yang tidak tampak itu hanya dapat diketahui
melalui bekas – Nya ( ‘illat ghiyyah / tujuan ).
Sedangkan
pemikiran Al Kindi tentang sifat Tuhan, ia sedikit terpengaruh oleh pemikiran
Mu’tazilah[15],
yaitu : Keesaan, Yang Mahatahu, Maha Kuasa, Maha hidup dan seterusnya.
Al
Kindi menyatakan bahwa Tuhan bukanlah benda ( huyula, maddah ), bentuk form (
shurah ), tidak mempunyai kuantitas dan kualitas, tidak berhubungan dengan yang
lain ( idlafah ), misal sebagai ayah atau ibu, tidak bisa disifati dalam pikiran dan tidak
bertubuh.
Tuhan,
menurut Al Kindi, juga bersifat azali. Zat yang sama sekali tidak bisa
dikatakan pernah tidak ada, ada permulaannya, akan tetapi Dia adalah ada dan
wujud – Nya tidak bergantung pada yang lain, atau tergantung pada sebab. Zat
azali tidak musnah. Dia tidak bergerak, karena dalam gerak itu ada pertukaran
yang tidak sesuai dengan wujud Tuhan yang sempurna. Karena Zat azali ini tidak
bergerak, maka zaman ( waktu ) tidak berlaku bagi – Nya, karena zaman ( waktu )
adalah bilangan gerak. Zat azali ini mempunyai ibda’, yakni menjadikan
sesuatu dari tiada menjadi ada. Tuhan adalah Sebab Pertama ( first cause )
diciptakan.
Pemikiran tentang ruh dan akal, Al
Kindi mendapatkannya dari penerjemahan buku Enneads – nya Plotinus.[16]
Dia mengikuti ajaran Plotinus tentang ruh dan mengikuti pola Aristoteles dalam
berteori tentang akal.
Ruh, adalah suatu wujud yang
sederhana dan zatnya terpancar dari Sang Pencipta, persis seperti halnya sinar
yang terpancar dari matahari. Ruh bersifat spiritual, ketuhanan, terpisah dan
berbeda dari tubuh. Ketika ruh terpisah dengan tubuh, ia akan menuju ke alam
akal, kembali ke nur Sang Pencipta. Hubungan ruh dengan Tuhan sama halnya
dengan cahaya dan matahari[17].
Ruh berbeda dengan tubuh, dan mempunyai wujud sendiri. Perbedaan antara ruh dan
tubuh ini karena tubuh mempunyai hawa nafsu ( passion ), dan ruh justru
menentang hawa nafsu tersebut. Dan dengan perantara rohlah, manusia bisa
memperoleh pengetahuan yang sebenarnya. Tiga bagian ruh ialah nalar, keberangan
dan hasrat.
Dalam pemikiran tentang akal, Al
Kindi membagi akal menjadi 4 macam : akal yang selalu bertindak, akal yang
secara potensrial berada dalam ruh, akal
yang telah berubah dalam ruh dari daya menjadi aktual, dan akal yang kita sebut
sebagai akal kedua.Akal kedua, oleh Al Kindi dibagi menjadi dua yakni akal yang
memiliki pengetahuan tanpa mempraktekannya dan akal yang mempraktekkan pengetahuan.
Menurutnya, akal bersifat satu dan
terkadang banyak. Logikanya, akal satu sebab ia merupakan satu keseluruhan,
sedangkan ketunggalannya itu adalah keseluruhan. Tetapi ketunggalan sejati
bukanlah ketunggalan akal.
3. Analisa terhadap Al Kindi
Al
Kindi adalah filosof pertama yang menyelami persoalan filsafat dan keilmuan
dengan menggunakan bahasa Arab, seperti halnya Rene Descartes dengan bahasa
Prancis, walaupun keduanya berbeda waktu, corak pemikiran dan luasnya
pembicaraan. Sebagai orang yang mempelajari filsafat dari masa – masa
sebelumnya, tentu Al Kindi terlebih dahulu memperkenalkan pikiran – pikiran
filsafat tersebut ke dalam dunia Arab waktu itu.
Pertama,
ia menggunakan istilah – istilah Arab untuk pengertian kata – kata Yunani.
Kalau tidak bisa, maka ia membuatkan istilah Arabnya, seperti kata filsafat,
di Arabkan menjadi hikmah. Kedua, dia tetap meneliti persoalan filsafat
meskipun telah dibicarakan oleh filosof – filosof sebelumnya, namun tidak
berarti dia mengikuti pemikiran para filosof sebelumnya. Al Kindi tidak sekedar
mengutip pemikiran Aristoteles, Plato maupun filosof lainnya, tetapi dia juga
memilih mana yang sesuai dengan pemikiran dan kepercayaan agamanya[18].
Sebagai
contoh, dalam filsafat ketuhanan, Al Kindi bersifat sebagai orang Islam
Mu’tazilah. Bagaimana ia menganggap Tuhan sebagai Dzat Pengatur dan Pemelihara
Alam. Perbedaan Al Kindi dengan Aristoteles lainnya adalah masalah gerak.
Aristoteles tidak membenarkan bahwa kejadian itu ( kejadian dari ketiadaan )
adalah gerak, karena hal itu mengaharuskan adanya sesuatu sebagai tempat
berlangsungnya gerak, namun Al kindi mengatakan bahwa penciptaan / kejadian
dari ketiadaan bergandengan dengan gerak. Sedangkan kesamaannya adalah mereka
sama – sama menyatakan bahwa pergerakan benda di alam ini menuju ke tujuan yang
sama, yakni Tuhan.
Contoh
perbedaan antara pemikiran Al Kindi dengan Aristoteles adalah dalam pemikiran
tentang akal. Akal menurut Aristoteles terbagi menjadi dua, yakni akal mungkin
dan akal agen[19].
Akal mungkin menerima pikiran, sedangkan akal agen menghasilkan obyek – obyek
pemikiran. Akal agen bersifat sendiri, tak bercampur, tidak rusak dan kekal.
Sedangkan, menurut Al Kindi, akal terbagi menjadi 4 macam yakni akal yang
selalu bertindak, akal yang secara potensial
berada dalam ruh, akal yang telah berubah dalam ruh dari daya menjadi
aktual, dan akal yang kita sebut sebagai akal kedua.Akal kedua, oleh Al Kindi
dibagi menjadi dua yakni akal yang memiliki pengetahuan tanpa mempraktekannya
dan akal yang mempraktekkan pengetahuan.
C. KESIMPULAN
Pemikiran
filsafat Al Kindi terbagi menjadi 3 hal yakni tentang fisika, metafisika,
epistemologi dan etika.
Filsafat
epistemologinya terbagi menjadi 3 bagian yakni : pengetahuan inderawi (
pengetahuan yang didasarkan pada pengamatan indera ), pengetahuan rasional (
pengetahuan yang didasarkan pada rasio / akal ) dan pengetahuan israqi (
pengetahuan yang didapatkan dari nur Illahi ).
Metafisikanya
mencakup tentang hakikat Tuhan, sifat Tuhan, wujud Tuhan, ruh dan akal. Hakikat
Tuhan menurut Al Kindi adalah adalah wujud yang hak ( benar ) yang bukan
asalnya dari tiada menjadi ada. Wujud Tuhan dia buktikan melalui 3 hal :
barunya alam, keteraturan alam dan keanekaragaman penciptaan alam. Sedang dalam
etika, Al Kindi menitikberatkan bagaimana etika yang baik dapat menuntun
seseorang menuju jalan yang benar dan kesempurnaan penciptaan. Ruh, menurut Al
Kindi adalah suatu wujud yang sederhana dan zatnya terpancar dari Sang
Pencipta, persis seperti halnya sinar yang terpancar dari matahari. Ruh
bersifat spiritual, ketuhanan, terpisah dan berbeda dari tubuh. Dalam pemikiran
tentang akal, Al Kindi membagi akal menjadi 4 macam : akal yang selalu
bertindak, akal yang secara potensial
berada dalam ruh, akal yang telah berubah dalam ruh dari daya menjadi
aktual, dan akal yang kita sebut sebagai akal kedua.
Al
Kindi tidak sekedar mengutip pemikiran Aristoteles, Plato maupun filosof
lainnya, tetapi dia juga memilih mana yang sesuai dengan pemikiran dan
kepercayaan agamanya.
DAFTAR PUSTAKA
Syarif, M., History of Muslim
Philosophy, vol. III, Otto Horrassowitz, Mizan, Bandung, 1985.
Hanafi, Ahmad,
MA, Pengantar Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Nata,
Drs. Abuddin, M.A, Ilmu kalam, filsafat dan tasawuf, PT Rajagrafindo
Persada, Jakarta, 1995.
Sudarsono, Drs.,
SH, Filsafat Islam, Rineka Cipta, Jakarta, 1996.
www.
Wikipedia.co.id, diakses tanggal 21 November 2011
[1] Muhammad Muslih, Filsafat
Umum, Belukar, Yogyakarta, hal. 21
[3] M.M.
Syarif, History of Muslim Philosophy, vol. III, Otto Horrassowitz,
Mizan, Bandung, 1985, hal. 15
[6] M.
Syarif, History of Muslim Philosophy, vol. III, Otto Horrassowitz,
Mizan, Bandung, 1985, hal.12
[7] Abuddin
Nata, M.A, Ilmu kalam, filsafat dan tasawuf, PT Rajagrafindo Persada,
Jakarta, 1995, hal. 81
[8] Op.cit, hal. 12
[9] Ibid,
[10] Ibid, hal. 13
[12] Ibid, hal. 27
[13] Ibid, hal. 25
[14] M.
Syarif, History of Muslim Philosophy, vol. III, Otto Horrassowitz,
Mizan, Bandung, 1985, hal. 24
[15] Ahmad Hanafi, MA, Pengantar
Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1990, hal. 78
[16] Op. Cit, hal. 25
[17] Drs.
Abuddin Nata, M.A, Ilmu kalam, filsafat dan tasawuf, PT Rajagrafindo
Persada, Jakarta, 1995, hal. 84
[18] Ahmad Hanafi, MA, Pengantar
Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1990, hal. 79
[19] M.
Syarif, History of Muslim Philosophy, vol. III, Otto Horrassowitz,
Mizan, Bandung, 1985, hal. 25
0 Response to "Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi"
Posting Komentar