BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Semenjak Mutawakkil khalifah ibarat
sebuah boneka yang tidak memiliki kekuasaan, sedang yang berkuasa sebenarnya
adalah pembesar-pembesar Turki. Untuk menghindari tekanan kelompok Turki ini,
al-Mustakfi meminta bantuan kepada kesultanan Buwaihiyyah.
Adapun
sejarah Buwaihiyyah ini di mulai oleh seorng tiga saudara, yang miskin
yang pekerjaanya seorang pencari ikan yang tinggal pada negri yang bernama
dailam. Dan pada Buwaihiyyah ini banyak sekali konflik yang terjadi atas
kekeuasaan yang ada. Dan adanya Buwaihiyyah ini juga kemajuan atas bidang ekonomi yang bisa di
bilang maju dengan pesat maka Buwaihiyyah harus di jadikan contoh untuk seterusnya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah mengenai Kekuasaan Buwaihiyyah terhadap sejarah pembentukan
dan Kemajuan yang dicapai.
C.
Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah untuk mengetahui lebih dalam tentang kekuasaan buwaihiyyah, sejarah
pembentukan dan kemajuan yang telah dicapai.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Kekuasaan Buwaihiyyah
Sejarah
Pembentukan
Sejarah
Bani Buwaihiyyah bermula dari tiga putra Suza’ Buwaih yakni Ali, Hasan,
dan Ahmad. Ketiganya adalah anak dari
Buwaihi, keluarga miskin yang pekerjaannya mencari ikan. Keluarga ini terkenal
dengan pemberani dan gigih. Ketiganya memasuki dinas kemiliteran untuk
mengatasi problem kemiskinannya. Semula mereka bergabung dengan kekuatan Makan
ibn Khali, seorang panglima perang daerah Dailim, dan selanjutnya bergabung
dengan kekuatan Mardawij Ibn Zayyar al-Dailamy. Prestasi mereka sangat
menonjol, sehingga Mardawij mengangkat Ali menjadi gubernur al-Kharaj, dan
memberi kedudukan tinggi kepada dua saudaranya. Semenjak inilah kekuatan Buwaih
nampak. Gubernur Ali mengadakan penaklukan daerah-daerah di Persia. Dan setelah
Mardawij meninggal anak keturunan Buwaih ini menduduki jabatan penting. Ia juga
mengadakan ekspansi ke Irak, Ahwaz, dan Wasith. Dari sinilah pasukan Buwaih
dengan mudah memasuki Bagdad untuk menguasai pusat pemerintahan Abbasiyah.
Ketika Bagdad sedang dilanda
kekacauan politik akibat perebutan jabatan Amir al-Umara’ antara wazir dan
komandan militer. Pihak militer meminta bantuan Ahamad al-Buwaihiyyah yang
berkedudukan di Ahwaz. Permintaan tersebut di kabulkan dan Ahmad bersama
pasukannya tiba di Bagdad pada 334 H/945 M. Ia disambut oleh khalifah dan
diberi kedudukan sebagai Amir al-Umara’ serta diberi gelar “Mu’izz al-Daulat”.
Saudaranya yang bernama Ali disahkan berkuasa di daerah selatan Persi dengan
gelar “Imad al-Daulat”. Saudaranya
yang bernama Ali di serahkan berkuasa di daerah selatan persi dengan gelar
“Imad al-daulat’, sedang
Hasan memerintah di daerah utara, Isfahan, dan Ray dan di anugrahi gelar Rukn Al-Daulat.
Setelah
berhasil menguasai Bagdad dengan mengusir kekuatan militer Turki, Bani
Buwaihiyyah segera memindahkan pusat pemerintahannya dari syiraz ke Bagdad.
Sejak saat ini, para Khalifah Abbasiyah tunduk kepada Bani Buwaihiyyah, seperti
ketundukan mereka kepada militer Turki.
Mu’izz al-daulah semakin besar pengaruhnya dan
dengan jabatan sultan di bagdad, namanya di sebut dalam khutbah jum’at dan
tertulis dalam mata uang bagdad.
Adapun Urutan Nasab Dinasti Bani Buwaihiyah;
Syuza’
ibn buwaihh
(1)Muizz
al-daulat (932-949 M) imad al-daulat rukn al-daulat
Izz al-daulat (967-977 M)
(2) azad al-daulat (949-989 M)
muayyid al-daulat fakhr al-daulat
(3) syatar al-daulat (4) samsam
al-daulat (5) bahaud
daulad
(983-989 M) (989-998
M) (998-1012 M)
(6) sultan daulat musharif
daulat jalalud
daulad
(7) imadad al-daulat
(8) khusru firuz malik al-rahim
(1024-1048 M)
(1048-1055 M)
Al- mustakfi
merasa muak dengan pengaruh mu’izz yang seolah-olah berperan sebagai khalifah
yang sejati, maka ia secara diam-diam mengadakan perlawanan terhadap mu’izz.
Mengetahui rencana ini mu’izz segera memecat mustakfi pada tahun 335 H. dan
segera meng angkat al-mu’ti sebagai khaifah abbasiyah, mu’izz di gantikan oleh
putranya yang bernama bakhtiyar dengan gelar izz al-daulat, dan tidak lama
kemudian digantikan oleh Azad daulat.
Kemajuan yang Dicapai
Pada zaman pemerintahan ‘adhdu
al-Daulah inilah dinasti Buwaihi mencapai kemajuan yang pesat. Keadaan politik
yang stabil sebelumnya dapat di perbaikinya dan hubungan dengan khalifah Al-Tha’i
waktu itu di nilai harmonis. Pada masa ini pula penguasa Buwaihi mulai memakai
gelar al-Malik. Adhdu al-Daulah sendiri di kenal sebagai seorang pecinta ilmu.
Kota lain yang maju pada zaman
Buwaihi ini selain kota Bagdad adalah kota Syiraz dan Ray, kota-kota ini
merupakan pusat terpenting bidang politik, ilmu pengetahuan, dam kesusastraan.
Begitu pula di daerah-daerah lain bermunculan ahli fiqh, hadits, nahwu,
filsafat, tsaquf, dan sastra yang tidak terhitung jumlahnya. Sementara itu,
Bashrah dan Kufah yang sejak dulu merupakan pusat ilmu dan kebudayaan islam,
tetap mendapat perhatian Buwaihi di masjid-masjid tetap ramai dengan
halaqah-halaqah ilmu pengetahuan dan sastra.
Di samping bidang ilmu pengetahuan,
bidang lain juga mendapatkan perhatian, diantaranya diadakan
perbaikan-perbaikan kota dan pembangunan gedung-gedung pemerintah. Di Bagdad
sendiri dibangun rumah sakit terbesar yang pernah ada pada saat itu. Ini
memberikan gambaran bahwa umat islam zaman dinasti Buwaihi cukup maju dibanyak
bidang.
Kemajuan-kemajuan di atas, juga
diikuti oleh kemajuan perdagangan, bidang ekonomi, pertanian, dan industri.
Kemajuan-kemajuan yang dicapai tersebut tentu ditopang oleh stabilitas politik
dan keamanan yang mantap. Sehingga dengan situasi kondusif itu menjadikan kuat
dan hidupnya banyak sektor perekonomian yang menopang ekonomi dan ketahanan
negara.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Disini dapat disimpulkan bahwa pada
masa kekuasaan dinasti Buwaihiyyah menurut sejarah pembentukannya dari ketiga
bersaudara tersebut dapat mencapai kesuksesan yang nampak dengan bekal berani
dan gigih. Dan kemajuan yang dicapai pun menunjukkan gambaran bahwa pada zaman
dinasti Buwaihiyyah cukup maju di banyak bidang.
0 Response to "Sejarah Bani Buwaihiyyah "
Posting Komentar