BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang masalah
Agama mengajarkan ketenangan, keharmonisan, kedamaian dan tentunya menimbulkan sinergi positif dalam kehidupan beragama. Namun, tak jarang di temui ada konflik, perselisihan, bahkan kekerasan yang muncul karena agama atau mengatasnamakan agama. Bahkan yang lebih menyedihkan lagi, adakalanya konflik terjadi antar sesama agama yang memiliki sekte berbeda.
Terjadinya perbedaan pendapat mengenai aliran teologi dalam umat telah disampaikan oleh Nabi SAW dalam hadisNya, Umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tetapi hanya satu golongan yang akan selamat, golongan yang lain akan binasa. Tentu timbul pertanyaan golongan manakah yang selamat itu? Rasulullah tidak memberikan jawaban dengan menunjuk golongan tertentu tetapi dengan memberikan kriteria golongan yang selamat tersebut. (yaitu) orang-orang yang mengikuti sunnah dan al-jamaah.
Riwayat hadis diatas memberikan gambaran umum apa yang selalu terjadi di dalam umat Islam. Klaim kebenaran dan hak pemegang kebenaran sejati muncul dari setiap golongan dan seringkali diikuti dengan pertumpahan darah. Perenungan yang mendalam mengenai teks hadis dan fenomena yang terjadi seharusnya memberikan jalan keluar dari konflik yang berlarut-larut hingga kini. Secara faktual hadis diatas tidak tunjuk hidung dengan menunjuk golongan mana yang terselamatkan itu?. Hadis di atas memberikan penjelasan bahwa (1) adanya perpecahan dalam umat, (2) kriteria gologan yang selamat (3) keharusan untuk mengikuti al-sunnah dan al-jamah dan (4) al-sunnah dan al-jamaah adalah apa yang Nabi dan para sahabat jalankan.
Rumusan masalah
Biografi Prof. Dr. H.A. Mukti Ali dan Pemikirannya
Biografi Asy-Syahrastani dan Pemikirannya
BAB II
PEMBAHASAN
Biografi Prof. Dr. H.A. Mukti Ali Dan Pemikirannya
Prof. Dr. H.A. Mukti Ali lahir di Cepu, 23 Agustus 1923. Semasa beliau masih kecil Sejak berumur delapan tahun, beliau mengenyam pendidikan Belanda di HIS. Baru setelah usianya menginjak 17 tahun beliau melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Termas, Kediri, Jawa Timur. Dengan kemampuannya dalam berbahasa inggris beliau melanjutkan studi Islam ke Universitas Aligarch, India setelah perang dunia ke dua hingga mendapat gelar doktor sejarah Islam sekitar tahun 1952 dan kemudian beliau melanjutkan studi ke McGill University, Montreal, Kanada mengambil gelar Master of Arts (MA). Beliau juga pernah menjabat sebagai staf Kedubes RI di Karachi. Sejak itulah gagasan pembaruan Mukti Ali sebenarnya telah terlihat jelas. Beliau kerap kali menulis soal-soal gagasan pembaruan keislaman Muhamamd Abduh dan Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.
Meskipun saat itu, beliau masih pada taraf membandingkan gagasan pembaruan kedua tokoh tersebut, namun benih-benih pembaruannya itu menjadi entry point penting kelak dalam perkembangannya. Mukti Ali cukup lihai dan cenderung mengintrodusir gagasan liberal Islam sedemikian rupa sehingga relatif tidak menimbulkan perlawanan dari kalangan yang tidak sepaham dengannya.
Mantan rektor IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta ini, dinilai sebagian kalangan telah memberi perlindungan kepada Ahmad Wahib atau Harun Nasution yang dianggap sebagai pemikir liberal. Baginya, membiarkan pemikiran liberal tumbuh akan lebih menguntungkan dan kondusif bagi perkembangan Islam modern. Karena itulah dapat dipahami bila tokoh ini tidak mengkritisi liberalisme Islam yang dikembangkan para intelektual. Sebagai sekretaris M. Natsir, ketua umum Masyumi waktu itu juga membina dan mencoba merujukkan hubungan baik antara NU dan Muhammadiyah, serta mempelopori gerakan kerukunan antar-agama.
Tokoh yang bersih, jujur dan sederhana ini dilantik menjadi menteri agama pada 11 September 1971 menggantikan KH. M. Dachlan (Kabinet Pembangunan I) dan melanjutkan jabatan itu selama periode Kabinet Pembangunan II (1973-1978). Saat itulah beliau menggagas model kerukunan antar-umat beragama untuk menciptakan harmonisasi kehidupan nasional. Terapi yang digagas Mukti Ali dan diimplementasikan melalui Departemen Agama tersebut, secara mendasar dilandasi oleh prinsip keadilan Islam yang mempercayai tiga hal penting, yakni; kebebasan hati nurani secara mutlak, persamaan kemanusiaan secara sempurna, dan solidaritas dalam pergaulan yang kokoh. Setelah meneyelesaikan tugas sebagai Menteri Agama, lalu diangkat menjadi anggota DPA, tapi ia memutuskan tinggal di Yogyakarta agar kegiatan mengajar bisa kembali dilakukannya.
Gagasan dan pemikirannya ini tetap diteruskan oleh penggantinya, kala itu, Alamsyah Ratu Perwiranegara. Bahkan kemudian dikembangkan menjadi konsep Trilogi Kerukunan yang meliputi kerukunan intern umat beragama, kerukunan antarumat beragama, dan kerukunan antara umat beragama dan pemerintah.
Yang lebih menonjol adalah konsepnya tentang agree in disagreement (setuju dalam ketidaksetujuan atau setuju dalam perbedaan) yang pertama kali dikemukakannya pada forum symposium di Goethe Institute, Jakarta, beberapa bulan sebelum ia diangkat menjadi menteri. Konsep inilah yang kemudian dikembangkannya lebih lanjut menjadi konsep Kerukunan Hidup Antar umat Beragama di Indonesia.
Pada masa Mukti Ali studi agama adalah kajian yang bersifat ilmiah dan objektif. Ilmu Perbandingan Agama didefinisikan sebagai: sebuah cabang ilmu pengetahua yang berusaha untuk memahami gejala-gejala daripada suatu kepercayaan dalam hubunganya dengan agama-agama lain. Pemahaman ini meliputi persamaan juga perbedaan. Dari pemmbahasan yang sedemikian itu, maka struktur yang asasi dari pada pengalaman keagamaan dari pada manusia dan pentingnya bagi hidup dan kehidupan orang itu akan dipelajari dan dinilai.
Ada tiga metode yang digunakan oleh ilmu perbandingan agama.
Metode sejarah agama ( History of religion),
untuk mengunpulkan meneliti data-data fundamental agama-agama. Dengan mengkaji fakta-fakta tersebut sesuai dengan standar prosedur ilmiah diharapkan akan dapat ditemukan gambaran universal dari pengalaman keagamaan manusia.
Metode perbandingan agama (Comparison of Religion)
Sebagai jalan untuk memahami semua data-datayang berhasil dihimpun oleh semua agma. Data-data dari masing-masing dihubungkan dan diperbandingkan untuk menemukan struktur dasar pengalaman keagamaan dan konsep-konsep keagamaan, serta memunculkan karakterisasi mengenai perbedaan maupun persamaan dari agama-agama yang ada. Perbandingan agama melakukan tugasnya dengan mengajukankan pertanyaan-pertanyaan universal yang akan dijawab oleh masing-masing agama sesuai ajran mereka: tentang tuhan, manusia, dosa dan pahala, sorga dan neraka, akal dan wahyu, agama dan etika, fungsi agama dalam kejidupan masyarakat.
Filsafat agama (philosophi of religion)
Yang bertugas melakukan analisis dan pemahaman filosofis terhadap data-data agama yang dihimpun oleh sejarah agama dan telah dirumuskan karakterisasi perbedaan maupun persamaanya oleh perbandingan agama, dalam rangaka menemukan elemen-elemen keagamaan yang merupakan pengalaman manusiawi fundamental. Filsafat agama merumuskan prinsip-prinsip yang bersifat teoritis universal dan tranhistoris, berupa unsure-unsur keberagaman yang mendasari masing-masing bentuk agama.
B. Biografi Asy-Syahrastani dan Pemikirannya
Sedangkan Asy-Syahrastani adalah seorang tokoh pemikir muslim yang memiliki nama asli Muhammad ibn Ahmad Abu al-Fatah Asy-Syahrastani Asy-Syafii lahir di kota Syahrastan provinsi Khurasan di Persia tahun 474 H/1076 M dan meninggal tahun 548 H/1153 M. Beliau menuntut ilmu pengetahuan kepada para ulama di zamannya, seperti Ahmad al-Khawafi, Abu al-Qosim al-Anshari dan lain-lain. Sejak kecil beliau gemar belajar dan mengadakan penelitian, terlebih lagi didukung oleh kedewasaannya. Dalam menyimpulkan suatu pendapat beliau selalu moderat dan tidak emosional, pendapatnya selalu disertai dengan argumentasi yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa beliau memang menguasai masalah yang ditelitinya.
Seperti halnya ulama-ulama lainnya beliau gemar mengadakan pengemberaan dari suatu daerah ke daerah lain seperti Hawarizmi dan Khurasan. Ketika usia 30 tahun, beliau berangkat ke tanah suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan kemudian menetap di kota Baghdad selama 3 tahun. Di sana beliau sempat memberikan kuliah di Universitas Nizamiyah.
Kaum muslimin pada zamannya lebih cenderung mempelajari ajaran agama dan kepercayaan untuk keperluan pribadi yang mereka pergunakan untuk membuktikan kebathilan agama dan kepercayaan lain. Sedangkan asy-Syahrastani lebih cenderung menulis buku yang berbentuk ensiklopedi ringkas tentang agama, kepercayaan, sekte dan pandangan filosof yang erat kaitannya dengan metafisika yang dikenal pada masanya. Asy-Syahrastani mempunyai beberapa buah kerya tulis diantaranya adalah: Al-Milal wa Al-Nihal, Al-Musharaah, Nihayah al-Iqdam fi Ilm al-Kalam, Al-Juzu Alladzi la yatajazzu, Al-Irsyad ila al-Aqaid al-ibad, Syuhbah Aristatalis wa Ibn Sina wa Naqdhiha, dan Nihayah al-Auham.
Jika dipandang dari segi pikiran dan kepercayaan, menurut Asy-Syahrastani manusia terbagi menjadi pemeluk agama-agama dan penghayat kepercayaan. Pemeluk agama Majusi, Nashrani, Yahudi dan Islam. Penghayat kepercayaan seperti Filosof, Dahriyah, Sabiah dan Barahman. Setiap kelompok terpecah lagi menjadi sekte, misalnya penganut Majusi terpecah menjadi 70 sekte, Nashrani terpecah menjadi 71 sekte, Yahudi terpecah menjadi 72 sekte, dan Islam terpecah menjadi 73 sekte. Dan menurutnya lagi bahwa yang selamat di antara sekian banyak sekte itu hanya satu, karena kebenaran itu hanya satu.
Asy-Syahrastani berpendapat bahwa faktor yang mendorong lahirnya sekte-sekte tersebut antara lain adalah; Pertama, masalah sifat dan keesaaan Allah. Kedua, Masalah Qada Qadar dan keadilan Allah, jabar dan kasab, keinginan berbuat baik dan jahat, masalah yang berada di luar kemampuan manusia dan masalah yang diketahui dengan jelas (badihiyah). Ketiga, masalah waad (janji), waid (ancaman), dan Asma Allah. Keempat, Masalah wahyu, akal, kenabian (nubuwwah), kehendak Allah mengenai yang baik dan yang lebih baik, imamah, kebaikan dan keburukan, kasih saying Allah, kesucaian para nabi dan syarat-syarat imamah. Menurutnya ada empat madzhab di kalangan ummat Muslim, yaitu Syiah, Qadariyah, Shifatiyah dan Khawarij. Setiap madzhab bercabang menjadi sekian banyak sekte hingga mencapai 73 sekte.
Dalam Bukunya Al-Milal wa Al-Nihal, Syahrastani juga memaparkan dengan panjang lebar tentang kepercayaan dan secara umum mengklasifikasikan kepercayaan kepada beberapa kelompok sebagai berikut; Pertama, Mereka yang tidak mengakui adanya sesuatu selain yang dapat dijangkau oleh indera dan akal, mereka ini disebut kelompok Stoa. Kedua, Mereka yang hanya mengakui sesuatu yang dapat ditangkap oleh organ inderawi dan tidak mengakui sesuatu yang hanya dapat dijangkau oleh akal, mereka ini disebut kelompok materialis. Ketiga, Mereka yang mengakui adanya sesuatu yang dapat dicapai melalui indera dan akal, namun mereka tidak mempunyai hukum dan hukuman, mereka ini disebut kelompok filosof athies. Keempat, Mereka yang mengakui adanya sesuatu yang dapat dicapai oleh organ inderawi dan akal, namun mereka tidak mempunyai hukum dan hukuman juga tidak mengakui agama Islam, mereka ini disebut kelompok Ash-Shabiah. Kelima, Mereka yang mengakui adanya sesuatu yang dapat dicapai indera dan akal dan mempunyai syariat, namun mereka tidak mengakui syariat Muhammad, mereka ini kelompok Majusi, Yahudi dan Nasrani (Kristen). Dan yang Keenam, Mereka yang mengakui semua yang disebut diatas, dan mengakui kenabian Muhammad, mereka itu disebut kelompok Muslim.
BAB III
PENUTUP
Dari beberapa uraian diatas pemakalah dapat meyimpulkan dari berbagai pemikir teologi muslim yang dengan berbagai metodenya, da beberap representasi yang telah ditawarkan bagi pemeluk agama islam, sehingga bisa meringakan bagai para pemikir selanjutnya untuk melanjutkan metode-metode yang telah ditawarkan oleh kedua tokoh yakni Mukti Ali dan Asy-Syahrastani. Yang merupakn suatu wadah untuk memperdalam dan memperkokoh atas keyakinan yang terletak pada diri manusia, terutama pada manusia yang mendomnasi di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Dr. M. Amin, Metodologi Studi Agama , Yogyakarta. Pustaka Pelajar, 2000
0 Response to "Biografi Prof. Dr. H.A. Mukti Ali Dan Pemikirannya"
Posting Komentar