Epistemologi berasal dari bahasa yunani yaitu Epistime,
artinya pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Dan logos yang artinya juga
pengetahuan atau informasi. Jadi dapat dikatakan epistemologi artinya
pengetahuan tentang pengetahuan atau ada kalanya juga disebut filsafat
pengetahuan, atau ada juga yang menyebut asal-usul, anggapan dasar, tabiat,
rentang, kecermatan, dan lain-lain. J. F. Farrier pada tahun 1854 adalah orang
yang pertama kali menggunakan istilah epistemologi. Karena pada saat itu banyak
orang yang menyebutnya filsafat pengetahuan karena ia membicarakan tentang
pengetahuan.
1.
Persoalan-persoalan pokok dalam epistemologi
a). Soal pengetahuan:
kakaguman sebagai awal munculnya epistemologi.
Aristoteles mengawali metafisikanya dengan pernyataan
“setiap manusia dari kodratnya ingin tahu”. Ia begitu yakin mengenai hal itu
sehingga dorongan untuk tahu ini tidak hanya disadari akan tetapi benar-benar
diwujudkan dalam karyanya sendiri. Bukan tanpa alasan bahwa dia disebut
“master” dari mereka yang tahu.
Menurut Socrates sebagai dua generasi sebelum Aristoteles
berpendapat bahwa tidak ada manusia mempunyai pengetahuan, tetapi sementara
orang-orang lain mengira bahwa mereka mempunyai pengetahuan. Socrates sendiri
yang tahu bahwa ia tidak tahu
Sedangkan menurut Plato. Filsafat itu mulai dengan
rasa kagum terhadap sesuatu yang canggih dan rumit, tetapi terhadap sesuatu
yang sederhana, yang nampaknya jelas dipengalaman harian. Justru hal yang
biasalah yang paling sulit dilukiskan. Dalam hal ini, terdapat pokok tertentu
yang menjadi obyek epistemologi sendiri sebagai suatu menifes dari penyelidikan
filosofis. Dalam pengertian ini, usaha Descrates benar-benar membuka suatu
zaman yang sama sekali baru didalam sejarah pemikiran. Sebab usaha Descrates
ini merintis tahap dimana kekakuman filosofis sendirilah yang dijadikan objek
penelitiannya
b). Soal Common sense
(anggapan umum atau akal sehat).
Common sense dapat diartikan penerimaan secara baik oleh
seseorang, misalnya orang tersebut mengatakan sesuatu itu marah karena memang
itu marah. Pengetahuan dalam filsafat juga dapat diartikan common sense yang
sering disebut “good sense”. Karena seseorang itu memiliki sesuatu yang dimana
ia menerimanya secara baik.
Dengan
common sense semua orang sampai pada keyakinan secara umum tentang sesuatu.
Dimana mereka akan berpendapat sama semuanya.
c). Skeptisisme.
Keberatan yang biasanya diajukan pada tahp ini adalah bahwa
dalam pelaksanaannya epistimologi dianggap mengusulkan sesuatu tujuan khayal
bagi dirinya sendiri. Sebab bila kita harus mendemonstrasikan validasi
pengetahuan kita, berarti kita telah menggunakan kita dan akibatnya telah
mengadakan validitasnya.
Tahap keberatan ini ada beberapa jawaban. Kita dapat mengetahui
segi positif yang terdapat dalam keberatan tersebut. Apa yang ditekankan
ialah kelekatan tanpa syarat antara pikiran dan kenyataan, dan hal ini
tentu saja perlu ditekankan adanya pengetahuan merupakan suatu hal yang pokok
dan tak dapat direduksikan. Pikiran anda, dan adanya pemikiran merupakan
kesaksian bagi dirinya sendri mengenai keterbukaan terhadap ada tidak ada atau
penyangkalan terhadap keterbukaan ini yang dapat dipertahankan.
Meskipun sanggahan terhadap skeptisisme cenderung bernada
negatif, tetapi mempunyai akibat positif. Sebab yang dinyatakan oleh pendapat
Gilson ialah: pada tahap tertentu pikiran secara niscaya melekat pada
adasedemikian rupa, sehingga kelekatan ini tidak dapat disangkal. Maka kita
sampai pada nilai tanpa syarat dari pernyataan bila kita menyadari bahwa tidak
mungkinlah menyatakan ketidak mampuan kita untuk menyatakan.
d). Aspek Eksistensial.
Kita dapat mengambil pendapat maritain bahwa tujuan
epistemologi bukanlah menjawab pertanyaan apakah saya dapat tahu, tetapi untuk
menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya untuk dapat tahu, jangkauan dan
batas-batas pengetahuan saya. Peryataan ini merupakan definisi memadai dari
tujuan dan jangkauan filsafat pengetahuan, dan tidak melibatkan kita pada
ketidak konsistenan. Dalam hal ini epistemologi tidak menyatakan hak saya untuk
menyatakan sesuatu, tetapi membuat peta dan melukiskan jangkauan hak itu.
e). Analogi Pengetahuan
Filsafat pengetahuan adalah keterbukaan awal terhadap
macam-macam arti dari “pengetahuan”. Kita harus tetap membuka pintu bagi
kemungkinan bahwa cara-cara mengetahui mungkin ada bermacam-macam dan
setiap cara mungkin secara shahih bisa disebut “pengetahuan”. Pengetahuan
adalah pernyataan dari diri anda. Secara tradisioanal epistemologi untuk membatasi
diri pada persepsi indrawi dan pemahaman intlektual, dimana pemahaman tersebut
dimengerti secara sempit. Tetapi hal ini tidak memadai. Pengetahuan adalah
peristiwa yang menyebabkan kesadaran manusia memasuki terang ada. Kita bisa
meramalkan bagaimana ada itu dinyatakan. Sikap awal yang tetap bagi filsuf
pengetahuan adalah kerendahan hati didalam mengahadapi pengalaman. Filsuf
pengetahuan harus memiliki keterbukaan total.
f). Metode dalam epistimologi.
Anggapan umum diantara filsuf skolastik untuk melihat
pengkajian pengetahuan hanya didalam penafsiran pernyataan bisa salah arah.
Kesesuaian terletak didalam kenyataan bahwa anggapan mengenai “pengetahuan”
dihubungkan erat dengan kenyataan dari pernyataan atau penyangkalan. Dan
persoalan mengenai kebenaran hanya muncul dalam kaitannya dengan pertimbangan.
benar dalam
pertimbangan mempunyai peranan penting yang sangat menentukan dari dalam
pemahaman manusia. Namun disini epistemologi bukan hanya berurusan dengan
pernyataan atau pertimbangan, tetapi epistemologi benar-benar berurusan
dengan pernyatan mengenai dasar pertimbangan. Nilai kebenaran pertimbangan
harus diputuskan berdasarkan evidensi. Dan keterlibatan epistimologi sebenarnya
adalah dengan persoalan evidensi. Persoalan ini lebih luas daripada persoalan
pertimbangan. Mungkin saja bahwa saya tahu lebih banyak daripada yang dapat
saya nyatakan didalam pertimbangan. Dari persoalan-persoalan yang dikemukakan
oleh epistemologi ini terkandung nilai, yaitu berupa jalan atau metode
penyelidikan kearah tercapainya pengetahuan yang benar.
2.
Aliran-aliran dalam epistemologi.
Seringkali tidak disadari bahwa begitu seseorang merumuskan
sesuatu, atau membuat pernyataan tertentu. Sebenarnya ia telah melibatkan
keputusan filsafati tertentu. Karenanya seorang pemikir. Demi kecermatan
pemikirannya, mutlak perlu mengidentifikasikan keputusan filsafat terlibat
didalam pemikirannya.
Pengetahuan
manusia diperoleh dengan berbagai cara dengan menggunakan berbagai alat. Ada
beberapa aliran dalam epistemologi diantaranya adalah:
Ø 1.
Empirisme.
Kata empiris berasal dari kata yunani Empirikos yang berasal
dari kata emperia artinya pengetahuan. Menurut aliran ini manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalaman. Dan dikembalikan kepada kata yunani nya,
pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawinya. Manusia tahu es itu
dingin karena ia menyentuhnya.
Bapak
aliran ini adalah John Loch (1632-1704) dengan teorinya “tabur rasa” yang
artinya secara bahasa adalah meja lilin. Aliran ini mempunyai bebrapa kelemahan
diantaranya:
2). Indra terbatas. Benda yang jauh kelihatannya kecil.
Karena kemampuan indra ini dapat melaporkan objek yang tidak sebagaimana
adanya.
3). Indra menipu. Orang yang sakit malaria gula itu rasanya
pahit. Karena objek yang menipu contohnya ilusi, fatamorgana, jadi objek itu
tidak sebagaimana ditangkap oleh alat indra.
4). Kekurangan terdapat pada indra dan objek sekaligus,
indra (dalam hal ini mata) tidak bisa melihat kerbau secara keseluruhan, begitu
juga kerbau tidak bisa dilihat secara keseluruhan.
Kesimpulannya
ialah empirisme lemah karena keterbatasan indra manusia.
Ø b).
Rasionalisme
Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar
kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar hanya dapat diperoleh dengan
akal. Manusia menurut aliran ini memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akan
menagkap objek. Bapak aliran ini orang mengatakan Rene Descrates (1596-1650).
Meskipun paham ini jauh sudah ada sebelumnya (pada masa yunani kuno). Bagi
aliran ini, kekeliruan pada empirisme yang disebabkan karena kelemahan
oleh alat indra tadi, dapat dikoreksi seandainya akal digunakan. Kendati
demikian aliran ini tidak mengingkari kegunaan alat indra dalam memperoleh
pengetahuan. Pengalaman indra diperlukan merangsan akal dan memberikan bahan-bahan
yang menyebabkan akal dapat bekerja. Laporan indra merupakan bahan yang belum
jelas dan kacau. Kemudian bahan tadi dipertimbangkan oleh akal dalam
pengalamannya berfikir.
Ø c).
Positivisme.
Tokoh aliran ini adalah Agust Comte (1798-1857). Ia penganut
empirisme berpendapat bahwa indra itu amat penting dalam memperoleh
pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan
eksperimen. Kekeliruan indra dapat dikoreksi lewat eksperimen-eksperimen.
Eksperimen memerlukan ukuran yang jelas. Contoh panas diukur dengan drajat
panas, jauh diukur dengan meteran dan sebagainya.
Kebenaran
diperoleh dengan akal, didukung bukti empiris yang terukur. “terukur” itulah
sumbangan positivisme. Jadi, pada dasarnya positivisme bukan suatu aliran yang
khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme yang
bekerja sama. Dengan kata lain ia menyempurnakan metode ilmiah (scientific
method) dengan memasukkan seperlunya eksperimen dan ukuran-ukuran. Jadi, pada
dasarnya positivisme itu sama dengan empirisme dan rasionalisme.
Ø d).
Intuisionisme.
Bergson (1859-1941).
Adalah tokoh aliran ini, ia menganggap tidak hanya indra yang terbatas, akal
juga terbatas. Objek-objek yang kita tangkap itu adalah objek yang selalu
berubah, demikian Bergson. Jadi pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap.
Intelek atau akal juga terbatas. Akal hanya mampu memahami bagian-bagian dari
objek, kemudian bagian-bagian itu dihubungkan oleh akal. Itu tidak sama dengan
pengetahuan menyeluruh tentang objek itu.
Kemampuan ini mirip dengan intinct, tetapi berbeda dalam kesadaran
dan kebebasannya. Pengetahuan itu diperoleh bukan lewat indra dan bukan lewat
akal, melainkan lewat hati. Dalam hal ini sama dengan Intuisionisme.
0 Response to "Pengertian Epistemologi"
Posting Komentar