BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara historis, islam dan barat memiliki mata rantai atau sumber ilmu
pengetahuan yang sama yaitu di Persia, Yunani dan Romawi. Ketiga kota tersebut
memiliki peran penting dalam berkembangnya ilmu pengetahuan dan peradaban saat
ini. Dalam perkembangan peradaban dan keilmuan terdapat beberapa fase yaitu
fase permulaan, fase perkembangan dan fase keruntuhan.dalam sejarah tercatat
bahwa masa kejayaan peradaban dan berkembangnya ilmu pengetahuan untuk pertama
kalinya ada di negara islam yang di mulai pada masa pemerintahan Rasulullah
hingga tiga kejayaan kerajaan islam terbesar yaitu kerajaan usmani di turki,
kerajaan maghal di india dan kerajaan
Dalam catatan sejarah juga disebutkan bahwa barat yang pertama kali belajar
kepada islam yang kemudian dilanjutkan oleh islam yang belajar ke barat karena
islam tengah mengalami fase keruntuhan. Barat mulai mengatur strategi dalam
melakukan peperangan terhadap islam bukan melalui pedang, pada abad ke-17 barat
kemudian mencetuskan studi ketimuran yang sering di sebut orientalisme yang
mempunyai motif untuk menghancurkan islam, untuk melakukan perlawanan terhadap
barat maka Dr. Hassan Hanafi mencetuskan oksidentalisme sebagai jawaban dari
orientalisme. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang perkembangan peradaban
barat dan pemikiran Hassan Hanafi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pandangan Hassan Hanafi tentang peradaban barat?
2. Bagaimanakah perkembangan peradaban barat?
C. Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan dalam makalah ini adalah metodologi pengumpulan data
dari berbagai sumber dan buku yang disertai dengan menganalisinya.
BAB II
PANDANGAN HASSAN HANAFI TENTANG PERADABAN
BARAT
Oksidentalisme sebagai sebuah istilah dan disiplin keilmuan
diperkenalkan oleh seorang cendekiawan Muslim asal Mesir, Hassan Hanafi dalam bukunya Muqaddimah fi ‘ilmi
al-Istighrab, 1999 (Pengantar Oksidentalisme) yang diterjemahkan oleh Penerbit
Paramadina dengan judul Oksidentalisme: Sikap Kita terhadap Tradisi Barat
(2000). Hanafi mengatakan bahwa oksidentalisme muncul untuk mengurai
kesadaran yang terbelah, antara the other (Barat) dan ego (Islam). Sejauh ini Barat telah banyak melakukan kajian
terhadap Islam yang dikenal luas sebagai studi Orientalisme. Menurut Hanafi, Barat
mengidap superiority complex, sehingga kajian para orientalis tersebut mengandung
muatan ideologis
Latar belakang tumbuhnya orientalisme sendiri didorong oleh
kebutuhan negara-negara Barat untuk memahami Islam dan masyarakatnya. Kebutuhan
tersebut juga seiring dengan upaya penundukkan inferior. Karena itu Oksidentalisme dimaksudkan
untuk mengembalikan Barat pada posisinya.Kelahiran oksidentalisme juga dipicu oleh dominasi kajian Barat terhadap
Islam dan adanya ketimpangan akibat westernisasi yang
berpengaruh luas tidak hanya pada budaya dan konsepsi tentang alam, tapi juga
mengancam kemerdekaan peradaban manusia, karena Selama ini Barat menilai dirinya
sebagai peradaban yang matang, humanis, dan modern. Sedangkan peradaban Islam,
disamping kelebihannya yang juga diakui Barat, memerlukan pertolongan Barat
agar dapat maju seperti peradaban Barat.
Hadirnya oksidentalisme bertujuan menguraikan
inferioritas hubungan Timur dan Barat, menumbangkan superioritas Barat dengan
menjadikannya objek kajian dan melenyapkan inferioritas Timur dengan
menjadikannya sebagai subjek pengkaji. Secara historis terdapat perbedaan
antara orientalisme dan oksidentalisme, dimana orientalisme muncul di tengah
ekspansi imperialisme Eropa pada abad ke-17 yang kemudian berkembang membawa
paradigma riset ilmiah dan aliran politik yang tidak bersifat netral karena
banyak didominasi struktur kesadaran Eropa, sedangkan oksidentalisme cenderung
berupa upaya pembebasan tanah air dan belum mengembangkan bentuk apapun hingga
berposisi netral karena tidak memburu kekuasaan dan hak kontrol.
Pada tataran konseptual, oksidentalisme
berusaha memahami Eropa secara holistis (menyeluruh) mengenai sejarah kelahiran
dan perkembangannya, serta meletakkan Eropa dalam batas geografis dan
demografisnya. Oksidentalisme mendambakan terhapusnya budaya kosmopolit yang
dipropagandakan Barat dan menemukan jati diri sebuah bangsa dengan ciri
khasnya. Oksidentalisme menawarkan kesadaran bahwa setiap bangsa memiliki tipe
peradaban dan kesadarananya sendiri, hal ini membuka jalan bagi terciptanya
inovasi bangsa non Eropa dan membebaskannya dari pengaruh Eropa yang
menghalangi nuraninya, sehingga mereka dapat berpikir dengan akal dan dalam
kerangka lokalnya sendiri.
Secara epistimologis, oksidentalisme berupaya
mengakhiri hegemoni
orientalisme dan mengembalikan status Timur dari sekedar monumen yang dikaji
menjadi manusia yang mengkaji. Lebih dari itu, oksidentalisme juga menjelma
sebagai ilmu pengetahuan yang akurat serta membentuk peneliti yang mempelajari
dan menyelami peradabannya dengan kacamatanya sendiri dan mengkaji peradaban lain
secara lebih netral.
Dengan oksidentalisme, manusia akan mengalami era baru yang menampilkan
rasialisme sebagai penyakit yang harus dimusnahkan, yang selama ini terpendam
dan menjadi borok nafas peradaban yang dihembuskan bersama kesadaran Eropa.
Oksidentalisme bertujuan mengakhiri mitos bahwa
Barat sebagai representasi seluruh umat manusia serta sebagai pusat kekuatan
dan penentu modernitas, menghapus eurosentrisme dan menjelaskan bagaimana
kesadaran Eropa mengambil posisi tertinggi sampai pada tahap hegemoni
di sepanjang sejarah. Selain itu, oksidentalisme juga mengembalikan kebudayaan
Barat ke batas alamiahnya setelah selama kejayaan imperialisme menyebar keluar
melalui penguasaan teknologi media informasi, pusat penelitian ilmiah dan media
penakluk lainnya.
Oksidentalisme hadir sebagai bentuk reaksi dari
keberadaan orientalisme yang dalam kurun waktu antara abad ke-17 sampai abad
ke-20 telah memposisikan Barat sebagai Subjek pengkaji Timur hingga menimbulkan
stereotipe psikologis yang luar biasa parah, antara lain rasa superioritas
Barat karena mereka selalu mensubyekkan diri, sebagai pengamat. Sebaliknya
Timur yang selalu dijadikan
obyek kajian, dan bahkan sasaran penjajahan Barat, lalu merasa inferior. Karena
jika hubungan superior-inferior ini dipelihara terus, tidak saja berakibat pada
ketidakharmonisan Barat-Timur selama berabad-abad, tapi juga memperkeruh
komplikasi sejarah dalam konflik peradaban.
Sebagai bentuk reaksi itu oksidentalisme
mengambil sikap bahwa ekspansi kolonialisme Barat yang tanpa batas harus segera
dihentikan. Perang kebudayaan pun mesti cepat-cepat diakhiri, lalu kebudayaan
dan peradaban Barat dikembalikan ke wilayah geografis dan historisnya dengan
menghapus rasa inferior dunia Islam dengan superior
dunia Barat.
Dalam hal ini Hasan Hanafi megilustrasikan
bahwa yang terpenting adalah “mengakhiri orientalisme” dalam pengertian
mengubah status Timur dari sekadar obyek, menjadi subyek. Timur sebagai subyek,
sedangkan Barat yang dijadikan obyek kajian. Bahkan lebih dari itu, oksidentalisme
juga dapat mengubah peradaban Barat dari kajian-obyek menjadi obyek-kajian
dengan melacak sejarah, sumber, lingkungan, awal, akhir, kemunculan,
perkembangan, struktur, dan keterbentukan peradaban Barat.
Lebih lanjut diungkapkan, ada harapan bahwa
pembebasan diri dari dominasi pihak lain yang selama ini dicita-citakan proyek
oksidentalisme dapat tercapai, sehingga muncul “harmoni kebudayaan-peradaban”
antara al-ana (yakni,
“saya”, umat/dunia Islam) dengan al-akhar (the
other,
pihak lain, Barat/Eropa Kristen). Harmoni tersebut perlu dilestarikan terus,
terutama dari sudut pandang ontologisnya. Misalnya, seperti dilukiskan begitu
indah oleh Hasan Hanafi,
“membebaskan ego dari kekuasaan the other pada tingkat
peradaban, agar ego dapat memposisikan dirinya sendiri secara
bebas.”
Oksidentalisme
idealnya diharapkan mampu membentuk sosok bangsa Timur yang mengenal dirinya,
mengenal agamanya, tradisi intelektual secara mendalam dan menyeluruh. Bahkan
kalau bisa dapat menghadirkan rasa percaya diri dengan cara melawan pembaratan dengan
cara-cara rasional dan ilmiah. Saat ini harus diakui bahwa hegemoni politik,
ekonomi, dan budaya sudah di tangan mereka. Dalam bidang intelektual, mereka
juga berhasil menciptakan anggapan bahwa otoritas ada pada mereka dan salah
satu langkah konkritnya adalah pemperdalam pengetahuan orang Islam tentang
sejarah Islam, sejarah al-Qur’an, sejarah hadits dan hukum Islam, dan yang tak kalah
perlu adalah mempelajari sejarah Kristen dan Yahudi. Semua
ini harus dilakukan karena mereka faham sejarah Islam sedangkan umat Islam
mayoritas buta sejarah mereka.
Sudah saatnya umat Islam percaya diri untuk menggali khazanah sendiri yang
bersumber dari kalangan sendiri yang begitu kaya, tanpa harus terhanyut oleh
pesona khazanah import yang datang dari luar Islam yang dapat meracuni umat dan
membawa umat jauh dari akar keislamannya.
BAB III
PERKEMBANGAN PERADABAN BARAT
Islam merupakan agama samawi terakhir yang diturunkan Allah kepada manusia
melalui utusan terakhir-Nya Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para nabi dan
rasul, hal ini menjadikan ajaran Islam sebagai agama paripurna yang
menyempurnakan segala aturan dari agama-agama samawi sebelumnya.
Kedatangan agama Islam yang didakwahkan Nabi Muhammad menampakkan kilaunya
setelah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah dan seruannya diterima dengan baik di
kota tersebut, cahaya Islam mulai menyala dan dalam waktu yang singkat
menerangi kegelapan di jazirah Arabia, bahkan lambat laun menerangi
daerah-daerah sekitarnya sehingga pada masa itu Madinah telah menjelma menjadi
sebuah negara besar dengan seorang pemimpin besar tak kalah besarnya dengan
Imperium Romawi di Barat dan Imperium Persia di Timur.
Dalam sejarah tercatat
bahwasannya islam memegang peranan basar dalam berbagai bidang pada masa
tersebut dan hal tersebut dapat di amati melalui peran nabi menjadi pemimpin
besar di madinah yang kemudian di lanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan adanya
tiga kerajaan besar islam yang berdiri di spanyol, turki dan india yang memiliki
peranan besar dalam penyebaran islam. Baratlah yang pertama kali belajar kepada
islam tentang ilmu pengetahuan dan lain sebagainya, telah kita ketahui juga
bahwasannya dalam peradaban tentu terdapat beberapa fase antara lain fase
permulaan, fase kebangkitan dan fase keruntuhan. Pada masa tersebut islam
tengah mengalami fase keruntuhan yang kemudian posisi islam digantikan oleh
barat, pada abad ke-17 setelah terjadinya renaisance, barat mulai meluncurkan
serangan kepada islam dengan melakukan studi tentang ketimuran atau biasa
disebut orientalisme. Pada abad ke-20 Dr. Hassan Hanafi seorang pembaharu dan
cendekiawan muslim memunculkan studi baru tentang barat yang biasa disebut
oksidentalisme sebagai jawaban atau bantahan terhadap studi yang telah dilakukan
barat terhadap islam, akan tetapi dalam studi oksidentalisme Hassan Hanafi
tersebut lebih pada upaya pembebasan diri dari tuduhan atu hegemoni barat.
Dalam rentan tiga abad para orientalis telah berhasil mencetak pemikiran
bahwasannya barat adalah pemegang otoritas tertinggi di dunia atau biasa
disebut sebagai superioritas dan sedangkan negara yang lain hanyalah sebagai
inferioritas termasuk negara timur atau biasa disebut negara islam, sadar atu
tidak sebenarnya hal tersebut masih melekat pada pemikiran umat islam
bahwasannya barat adalah superioritas, segala sesuatu atau produk dari barat
adalah merupakan sebuah produk yang tidak perlu ditanyakan kembali kualitasnya,
bahkan para pelajarpun lebih memilih menggunakan literatur barat termasuk
pelajar muslim entah apa yang terjadi. Untuk itu Hassan Hanafi mencetuskan
studi oksidentalisme dengan tujuan agar umat islam dapat melakukan pembebasan
diri dari cengkraman atau hegemoni barat yang telah melekat dalam diri umat
islam.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelahiran oksidentalisme dipicu oleh dominasi kajian Barat terhadap
Islam dan adanya ketimpangan akibat westernisasi yang
berpengaruh luas tidak hanya pada budaya dan konsepsi tentang alam, tapi juga
mengancam kemerdekaan peradaban manusia, karena Selama ini Barat menilai dirinya
sebagai peradaban yang matang, humanis, dan modern Hadirnya
oksidentalisme bertujuan menguraikan inferioritas hubungan Timur dan Barat,
menumbangkan superioritas Barat dengan menjadikannya objek kajian dan
melenyapkan inferioritas Timur dengan menjadikannya sebagai subjek pengkaji.
Oksidentalisme
bertujuan mengakhiri mitos bahwa Barat sebagai representasi seluruh umat
manusia serta sebagai pusat kekuatan dan penentu modernitas, menghapus
eurosentrisme dan menjelaskan bagaimana kesadaran Eropa mengambil posisi
tertinggi sampai pada tahap hegemoni
di sepanjang sejarah. Selain itu, oksidentalisme juga mengembalikan kebudayaan
Barat ke batas alamiahnya setelah selama kejayaan imperialisme menyebar keluar
melalui penguasaan teknologi media informasi, pusat penelitian ilmiah dan media
penakluk lainnya.
Sudah saatnya umat Islam
percaya diri untuk menggali khazanah sendiri yang bersumber dari kalangan
sendiri yang begitu kaya, tanpa harus terhanyut oleh pesona khazanah import yang
datang dari luar Islam yang dapat meracuni umat dan membawa umat jauh dari akar
keIslamannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arkoun. Muhammade. Dkk., Orientalisme vis a
vis Oksidentalisme, 2008, Jakarta : Pustaka Firdaus
Ali Usman, Kebebasan dalam perbincangan
filsafat, pendidikan dan agama, 2006, Yogyakarta : Pilar Media
Todd. Emmanuel., menjelang keruntuhan
Amerika, 2006, Bekasi : Menara
Hanafi. Hassan. Apa Arti Islam Kiri, dalam Kazuo Shimogaki, Kiri Islam, antara Modernisme
dan Postmodernisme, 2001, Yogyakarta : LKIS
0 Response to "OKSIDENTALISME DAN PERADABAN BARAT (STUDI PEMIKIRAN HASSAN HANAFI)"
Posting Komentar