MEMBACA POSISI DAN FORMAT AGAMA DIARUS GLOBALISASI
BAB.I PENDAHULUAN
Makalah ini merupakan upaya untuk menjawab pertanyaan tentang, dimanakah
posisi agama dalam arus globalisasi? Apa konsekuensi logis yang diterima agama
disetiap posisi? Apakah setiap posisi yang diambil agama akan selalu menguatkan
eksisitensi agama itu sendiri ataukah tidak? serta format agama yang seperti apakah, agar pesan yang mencerahkan
bisa diterima masyarakat dan eksistensinya (baca:agama), bisa bertahan ditengah-tengah
arus globalisasi? Dan peran yang seperti apakah, yang cukup signifikan menjawab
masyarakat yang gandrung dengan globalisasi?
Perubahan dunia merupakan suatu yang tidak bisa ditolak kehadirannya.
Perubahan merupakan kodrat Tuhan akan alam semesta, karena yang perlu
dipikirkan oleh kita adalah bagaimana memberikan respon atas perubahan yang
terus bergerak mengepung kehidupan beragama. Menghindar dari perubahan sama
artinya dengan membunuh diri secara berlahan-lahan. Perubahan dengan demikian
bisa diletakan dalam dua perspektif, sebagai pendorong umat beragama untuk
bertindak kreatif, sekaligus menempatkan diri manusia pada posisi terjebit
tatkala tidak bisa memberikan respons yang memadai atas perubahan yang tengah
terjadi.
Perubahan dunia tampak semakin jelas tatkala era komunikasi
informasi membanjiri kehidupan umat beragama. Dengan teknologi informasi nyaris
tidak ada masalah yang terjadi dimuka bumi tidak diketahui. Semuanya dengan
mudah dapat diketahui oleh semua penghuni planet bumi ini. Perbuatan yang
beradab sampai perbuatan yang tidak beradab dapat dengan mudah diakses oleh
siapa saja, nyaris tanpa sensor. Sensor hanya ada pada diri kita sendiri, bukan
pada orang lain. kepekaan akan banjiri informasi menjadi salah satu cara yang
paling penting untuk menapaki hidup diera digital seperti sekarang ini.
Hal itu artinya juga berdampak pada pola kehidupan umat beragama
secara keselurahan. Sarana komunikasi memberikan kemudahan yang benar-benar
nyata pada penganut agama.sekaligus memberikan tantangan serius umat beragama,
sebab banyak hal yang sebelumnya tidak kita ketahui dengan adanya arus
teknologi informasi dengan gampang diketahui seluruh penduduk bumi.
BAB.II. PEMBAHASAN
Dimanakah posisi agama ketika arus globalisasi menghantam
agama?pertanyaan ini akan mengundang banyak jawaban yang akan dikemukakan.
Namun demikian, sekurang-kurangnya ada tiga jawaban yang akan disampaikan lewat
makalah ini.
Pertama, agama akan
menjadi penghalang utama adanya globalisasi karena pada prinsipnya agama tidak
mengajarkan hidup berlebihan.
Kedua, agama akan
bersifat kritis atas globalisme sebab agama sebenarnya memiliki elan vital
untuk melalakukan perlawanan atas hal-hal yang dianggap kurang berpihak pada
kelompok terpinggirkan, mustadafin dan
tidak beruntung. Paham ini meyakini bahwa agama dengan kekuatan revolusionernya
akan mampu melakukan kritik atas perkembangan globalisme dalam dunia ini,
termasuk di Indonesia.
Ketiga, agama (Islam)
di Indonesia akan mendukung laju globalisme karena agama yang berkembang adalah
paham agama yang menempatkan bahwa globalisasi merupakan sunatullah yang tidak mungkin bisa
ditolak kehadirannya.
Semua perubahan yang terjadi akan membawa dampak pada kehidupan sosial
keagamaan bergulirnya globalisasi dunia
yang massif. Tatkala agama-agama dalam arti formal apalagi organisasi agama
tidak mampu menjawab tuntutan umatnya menghadapi globalisasi, yang muncul
dihadapan kita adalah keengganan umat beragama atas agamanya itu. Umat beragama
akan mencari referensi lain yang dianggap lebih memadahi ketimbang agamanya
yang dianutnya selama ini, Karena agamanya tidak mampu menjawab pertanyaan
dasar yang diajukan oleh umatnya
sendiri.
Agama dalam kondisi seperti diatas, sebagai bagian dari agama-agama didunia sebenarnya
terus bergerak pada level doktriner tanpa mampu menjawab atas problem
kemanusian. Agama demikian secara berlahan-lahan akan menjadi ajaran yang
nyaman untuk dikhutbahkan, tetapi tidak nyaman untuk dilihat apalagi diikuti,
sebab umatnya senantiasa melakukan kritik terhadap agamanya sendiri. Disini
problem kontekstualisasi pemahaman ajaran agamanya menjadi pekerjaan yang tidak
bisa ditunda lagi, sebab jika umat beragama enggan melakukan koreksi maka agama
akan mandul, nyaris tak bermakna. Agama tidak menjadi bagian dari kehidupan
yang nyata. Agama hanya berada diarsy yang maha tinggi tanpa mampu menyapa
realitas kemanusian.
Keislaman dalam makna yang
serius harus berani keluar dari benteng pertahanan. Keislaman seseorang dan
kelompok harus dikonstruksikan secara manusiawi, dengan batas-batas
fundamentalisme yang kritis, yakni melakukan koreksi secara terus menerus atas
keyakinan dan religiositas keagamaan selama kia selama ini atas realitas sosial
yang dihadapi. Keislaman tidak dihadirkan secara fundamentalis dalam makna
seperti itu, sebernarnya merupakan keislaman yang telah terpelesetkan dalam
makna yang asali.
Beragama (berislam) karena itu tidak harus terpaku dan berhenti
pada pemahaman literal-tekstual, sebab paham literal-tekstual atas
sumber-sumber agama akan menghasilkan suatu dogmatism yang sempit, disertai dengan satu formalism
dalam tingkah laku dan aturan kehidupan yang lahir. Satu aspek lain yang akan
menonjol dari cara literal-tekstual adalah sikap konfrontatif terhadap semua
pihak dan pribadi serta golongan yang tidak sependapat dengan mereka,entah
mereka berada dalam rumpun agama mereka, apalagi jikalau mereka berada diluar
paham keagamaan.
Islam dalam globalisasi, haruslah dikonstruksikan secara lebih
beradab dan manusiawi, sebab sejatinya Tuhan sendiri adalah sangat manusiawi,
dengan sifat-sifat kasih sayangNya. Kaum beragama tidak boleh mengubah dirinya
dengan sifat-sifat egoism, otoriter serta mau menang sendiri.
Jika kita dapat menghadirkan dengan agama dengan wajah Tuhan yang
manusiawi, maka kita bisa memberikan jawaban bagi dunia yang dikatakan beradab
tetapi penuh kecemasan dan kebingungan. Beranikah kita mencari Tuhan dalam
wajahnya yang manusiawi dan mengembangkan tafsir ajaran Tuhan dalam wajahnya yang manusiawi
dan mengembangkan tafsir ajaran tuhan sebagai proyek kemanusian? Kita harus
percaya maksud Tuhan, dan percaya percobaan promosi kemanusian akan dipandang Tuhan
sebagai amal shaleh yang pahalanya terus mengalir sebagai amal jariyah. Sebab
inilah problem serius bagi pengembangan tafsir ajaran agama untuk mempromosikan
wajah Tuhan.[1]
BAB.III.PENUTUPAN
Daftar pustaka
Mulkhan, Abdul munir, The Power of angel, falsafatuna, Jakarta,
2000
0 Response to "MAKALAH AGAMA DALAM GLOBALISASI"
Posting Komentar