Dialah salah seorang Indonesian Famous kelahiran Cepu, Jawa
Tengah yang dikenal tidak saja di negeri sendiri, tapi sangat dikenal di
negeri-negeri lain di dunia. Dikaruniai usia 81 tahun telah ia gunakan
sepenuhnya untuk pengabdian kepada ilmu, negara dan agama. Berbagai ilmu telah
dikuasainya, terutama masalah Perbandingan Agama. Layak baginya disebut sebagai
Pembaharu Pemikiran Islam dan liberalisme moderat
yang sangat menghargai pluralitas dan multikultural, sehingga mampu menggugah
kesadaran pemikiran di era modern Indonesia.
Mengabdikan ilmu sampai titik keringat penghabisan dan memimpin
forum-forum ilmiah kalangan dosen dan mahasiswa pascasarjana, terutama diskusi
rutin di almamaternya tercinta IAIN (sebelum menjadi UIN), sehingga melahirkan
para ilmuwan, pemikir dan akademisi handal, terutama di Fakultas Ushuluddin.
Sampai-sampai ia dijuluki “Nabi-nya IAIN”. Komit, serius, tegas,
disiplin, mendidik dan mencerdaskan. Dia pulalah yang membangun jembatan networking
antara Indonesia dengan McGill University Montreal-Canada. Diajar beliau
“jangan asal ngomong” dalam berbahasa Inggris, dan “jangan coba-coba terlambat”
kuliah. Dialah sosok ilmuwan yang paling getol dan concern mengajarkan
para mahasiswanya English Reading Text dalam perkuliahan di S1 hingga S3
bidang studi Ilmu Perbandingan Agama dan Studi Agama-agama.
Pernah mengkritik IAIN ketika itu karena lemahnya mahasiswa dalam
bahasa Arab dan Inggris dan metode pemikiran Islam. Maklum beliau ini sangat
fasih kedua bahasa ini. Mukti Ali adalah lulusan UII, pernah mengenyam
pendidikan di HIS zaman Belanda, di usianya yang masih “Ting-ting” Sevententh
(17 tahun), “nyantri” ke Tremas, Pacitan, Jatim, satu almamater dengan KH. Ali
Ma’shum (Krapyak) asal Lasem, Jateng dan tokoh-tokoh besar lainnya. Kemudian,
terbang ke Canada mengambil Master untuk Islamic Studies (Dirasah
Islamiyyah), program doktornya mengambil di India pasca Perang Dunia II dan
berhasil memperoleh gelar Doktor pada 1952. Gagasan pembaharuan Mukti Ali
pernah dituangkan dalam tulisan-tulisan soal Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal,
Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah). Salah satu gagasan yang masih sering
disebut para mahasiswanya di Fakultas Ushuluddin ini adalah tentang paradigma
belajar tentang Islam. Dengan akal cerdasnya beliau lahirkan teori Saintific
Cum Doctriner, mirip-mirip dengan pemikiran Islam holistik, komprehensif,
lintas disiplin, multi disipliner, lintas keilmuan dan oleh Amin Abdullah
dikonstruks menjadi paradigma model “Jaring Laba-laba” Integratif-interkonektif
keilmuan untuk mewarnai studi keislaman di UIN ini.
Seorang pluralis
sejati, baik pada tataran teoritik maupun praksis telah berhasil menjaga
hubungan baik dan menjadi mediator antara NU, Muhammadiyah, Masyumi dan
Pemerintah. Maka tak heran, kalau ia bisa memainkan kartu truf-nya
dengan upaya keras dan keinginan kuat agar umat Islam masuk di jalur
pemerintah, sehingga bisa mengisi, menanamkan nilai-nilai keislaman, memberikan
pengaruh dan kontribusi yang signifikan bagi bangsa. Kontribusi yang diberikan
Mukti Ali bagi bangsa antara lain dengan mempelopori gerakan Kerukunan antar
Umat Beragama melalui jabatan puncaknya Menteri Agama tahun 1971-1978 di
lembaga bergengsi Departemen Agama, dan menyebarkan “virus” perubahan
dengan menggagas
model kerukunan antar-umat beragama. Di mata Mukti Ali, gagasan ini amat
penting dan urgen dalam kerangka untuk menciptakan harmonisasi kehidupan
nasional mengingat saat itu sering terjadi konflik antar-agama. Setahu penulis,
tahun 70-an (masih duduk di bangku SD kelas 3) Indonesia sedang dilanda krisis
pangan dan politik, masa-masa transisi Orla ke Orba pimpinan Soeharto, yang
berimplikasi kerapnya “singgungan”, “gesekan”, “benturan”, seringnya kontak
fisik dan konflik horizontal yang melibatkan kehidupan antar-umat beragama. Bagi
Mukti Ali, ini sangat menyedihkan dan tidak boleh dibiarkan berkepanjangan. Background
inilah yang mendorongnya untuk berpikir mencari gagasan baru sebagai solusi
yang tepat, bijak, manusiawi dan berkeadilan.
Menurut Ensiklopedi Indonesia, apa yang digagas Mukti Ali menjadi terapi dan
diimplementasikan melalui Departemen Agama dan IAIN khususnya, yang secara
mendasar dilandasi oleh prinsip keadilan Islam yang mempercayai tiga hal
penting, yakni; kebebasan hati nurani secara mutlak, persamaan
kemanusiaan secara sempurna, dan solidaritas dalam pergaulan yang kokoh.
Dari sinilah muncul pemikiran-pemikiran baru para Menteri Agama sepeninggal
beliau, semisal Trilogi Kerukunan yang digagas oleh Alamsyah Ratu Perwiranegara
dan Tarmidzi Taher. Sejumlah karya telah lahir dari pikiran dan hatinya, salah
duanya adalah karya monumental, antara lain “ Beberapa Persoalan Agama
Dewasa ini, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia “ yang menjadi buku wajib
bagi mahasiswa jurusan Perbandingan Agama dalam mata kuliah Ilmu Perbandingan
Agama, dan tentu saja buku-buku lain yang tidak kalah pentingnya.
0 Response to "ABDUL MUKTI ALI"
Posting Komentar